02 June 2022

Kineruku dari Masa yang Telah Lalu

Sebenarnya belum terlalu lama lewat, tapi waktu sering membuat saya lupa. Entah tahun berapa saya mulai mengunjungi Rumah Buku di Hegarmanah 52. Tempat baca yang hening, bersih, dan kiwari berganti nama menjadi Kineruku. 

Jika Semakbelukar membubarkan diri dan menghancurkan alat-alat musiknya pada 2013, maka saya menjadi anggota Kineruku beberapa tahun sebelumnya. Kini kartu anggotanya telah hilang.

Ihwal perubahan nama, jika tak silap, dimulai dari hadirnya gerai Gramedia di Supratman yang diberi nama Rumah Buku. Mereka barangkali hendak caper karena kawan-kawan tahu sendiri, di Supratman telah lebih dulu hadir Togamas yang selalu kasih potongan harga. Nah, Rumah Buku-nya Gramedia ini juga memberikan diskon meski tak sebesar Togamas. Mungkin untuk menghindari kebingungan calon pengunjung, maka Rumah Buku di Hegarmanah mengalah, mengganti namanya menjadi Kineruku.

Sekarang dua toko buku di Supratman itu tak bisa lagi diandalkan. Rumah Buku sudah tidak ada, gerai itu hanya jadi gerai Gramedia biasa yang tentu saja langka potongan harga. Sementara Togamas semakin memperkecil diskon. Kini rata-rata potongan harganya hanya 5 sampai 10 persen.

Oke, lupakan mereka. Kita kembali ke Hegarmanah.

Dari bundaran menuju Hegarmanah di sisi Setiabudi, dulu ada angkot berwarna biru yang semenjana dan jarang berpenumpang. Saya sempat naik sekali dan harus menunggu lama sebelum meluncur ke atas, ke arah Kineruku. Angkot ini tak melewati Kineruku, tapi menuju arah berbeda saat melintasi sebuah taman di seberang kantor Telkom. Nah, di taman inilah saya turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Pernah sekali waktu, karena angkot tak jua muncul, saya jalan kaki dari pangkalannya menuju Kineruku. Lumayan capek karena belum sarapan dan jalan menanjak. Di sisi taman dekat kantor Telkom, saya berhenti: jajan mie ayam.

Dekat penjual mie ayam terdapat warung nasi kecil yang sangat sederhana. Tiba-tiba datang penjual gulali, camilan untuk anak-anak sejenis permen yang biasa dibentuk menyeruapi ayam. Penjualnya makan di warung nasi, lauknya hanya sepotong tahu dan kuah sayur. Ketika selesai dia hanya membayar 3.000 rupiah. Hati saya mencelos.

Apakah dulu Kineruku menjual makanan? Sampai sekarang saya masih berusaha mengingat-ngingat. Yang pasti dari dulu di Kineruku tak ada wifi. Para pengunjung benar-benar hanya membaca buku dan mengerjakan tugas kuliah tanpa jaringan internet, kecuali memakai kuotanya masing-masing.

Di ruang tengah, yang kini hanya buku jualan dan sejumlah barang lainnya, dulu tersedia kursi untuk membaca. Di ruangan ini tak boleh merokok. Sigaret hanya boleh dibakar di luar ruangan. Kiwari, di teras belakang pun dilarang. Selain membaca, orang-orang hanya berbisik-bisik, takut mengganggu pengunjung lain. Musik yang diputar kerap musikalisasi puisi-puisi Sapardi yang dibawakan Ari dan Reda.    

Dan waktu kencang berlalu…

Pandemi datang gelombang demi gelombang. Kineruku lumpuh. Tutup lebih dari dua tahun, dan baru buka belakangan setelah yang lain buka terlebih dahulu.

Rabu, 1 Juni 2022, saya kembali ke Hegarmanah 52. Kini jam bukanya lebih pendek: 11.30-17.30, tapi pengunjungnya lebih ramai. Semua kursi terisi. Bahkan seorang kawan yang datang pukul satu siang harus balik kanan karena tak kebagian tempat duduk. Luar biasa!

Sayang, karena kiwari Kineruku menjual sejumlah makanan berat, camilan, dan minuman, sebagian pengunjung—terutama yang rombongan—menjadikannya hanya sebagai tempat nongkrong: makan-makan, ngobrol, dan tertawa, sonder membaca! Aduhai, cukup mengganggu konsentrasi membaca.

Namun begitulah. Zaman terus berubah. Saya mesti menari bersamanya.

Biar begitu, biar agak berisik, tapi saya masih akan mengunjungi Kineruku. Melewati ruas Jalan Hegarmanah yang rindang dan sepi. Menikmati satu dua buku tipis berisi cerita-cerita. Atau minum kopi di kios di pojok taman yang asri.

Saya kira, setidaknya sampai hari ini, tak ada ruang publik untuk membaca di Bandung yang lebih nyaman daripada Kineruku. Di utara Bandung, ruang ini masih menjadi juara. Dan orang-orang selatan seperti saya masih ikhlas menempuh perjalanan jauh demi mengunjunginya. [ ]

No comments: