17 August 2021

Prabu Wangisutah: Wastu Kancana dan Dua Calon Istri

Setelah berguru kepada Resi Susuk Lampung, Wastu Kancana dan Rakean Hujung akhirnya kembali ke Negeri Sunda. Mereka berpisah di sebuah pelabuhan. Rakean Hujung pulang ke kampungnya di Hujung Kulon, dan Wastu Kancana kembali ke Kawali, ibu kota Sunda.

Wastu Kancana berlabuh di Muara Jati (Cirebon). Sebelum sampai ke Kawali, dia singgah dulu ke Gunung Indrakila (Gunung Ciremai) dan bertemu dengan Ni Larang Sariti. Nenek ini adalah penunggu wilayah bekas negara (kerajaan) yang masih leluhur Kerajaan Sunda.

Setelah itu, Wastu Kancana melanjutkan perjalanan dan singgah lagi ke sebuah perguruan Budha Mahayana Sarwastiwada di daerah Gunung Bitung, Talaga Manggung. Kemudian dia laju lagi dan akhirnya sampai ke Kawali serta langsung menuju Lemah Kabuyutan Sanghiyang Linggahiyang, tempat kedua orang tua dan kakak perempuannya disemayamkan.

Kedatangan Wastu Kancana disambut gembira oleh pamannya dan seluruh warga yang hidup di lingkungan keraton. Prabu Bunisora Suradipati, pamannya, yang menjabat sebagai raja sementara, ingin segera melantik Wastu Kancana sebagai raja pelanjut ayahnya yang gugur di Bubat. Namun, Wastu Kancana belum bersedia.  

Karena seorang raja harus mempunyai permaisuri, maka Prabu Bunisora Suradipati mendorong keponakannya untuk segera berumah tangga. Ketika Wastu Kancana berkata bahwa selama berkelana dia tidak pernah sembarangan menggunakan penglihatannya termasuk kepada perempuan, pamannya percaya tapi terus mendesaknya:

“Paman percaya kana kapengkuhan dia, tapi ogé Paman percaya kana kajujuran dia! Naha Anom teu kungsi papanggihan basa guguru di Maharesi Susuk Lampun? Tong mungkir, Anom! Beubeur nu dipaké ku dia, kaambeuna ku Paman, asa seungit cawéné?”

Memang betul, ketika Wastu Kancana hendak meninggalkan Lampung, dia diberi kenang-kenangan ikat pinggang oleh Dewi Sarkati, putri Maharesi Susuk Lampung. Setelah Wastu kancana mengakuinya, maka Prabu Bunisora Suradipati segera mengirimkan utusan untuk melamar Dewi Sarkati untuk dikawinkan dengan keponakannya.  

Di sisi lain, ketika utusan dari Kerajaan Sunda berangkat ke Lampung, Dewi Sarkati bermimpi didatangi Batara Wisnu yang menunggangi Garuda. Namun dalam mimpi tersebut, wajah Batara Wisnu mirip dengan Wastu Kancana. Hal tersebut ia ceritakan kepada ayahnya dan meminta izin untuk menyusul Wastu Kancana ke Negeri Sunda.

“Lamun éta lalaki geus diguratkeun pijodoeun kami, poé isuk kami rék lunta ka Tatar Sunda! Muga Ramaresi nyaluyuan!” ujar Dewi Sarkari.

“Eulis! Anaking! Naha bet luluasan kitu?” tanya ayahnya penuh kekhawatiran.

“Tong disebut seuweuna Maharesi Susuk Lampung mun teu wani meuntasan sagara! Anggursi jurungkeun! Muga kami waluya dina enggoning lalampahan!” jawab Dewi Sarkati.

Maka Dewi Sarkati pun akhirnya berangkat ke Tatar Sunda hendak menemui pujaan hatinya yang datang lewat impian. Namun, bukankah Negeri Sunda itu luas? Harus ke mana dia menuju? Perjalanan Dewi Sarkati tidak mudah, dia harus melewati pelbagai tantangan dan rintangan yang mengadang, bahkan putri Maharesi Susuk Lampung itu hampir diperkosa oleh kawanan begal di sebuah hutan dekat Kawali.

 

Dewi Mayangsari

Di lingkungan keraton Sunda, salah seorang putri Prabu Bunisora Suradipati, yakni Dewi Mayangsari—sepupunya Wastu Kancana, yang dulu kawan bermainnya sewaktu bocah—kini telah tumbuh dewasa. Dia juga menyimpan hati kepada kakak sepupunya tersebut, pun sebaliknya Wastu Kancana—meski fokusnya tetap kepada Dewi Sarkati.

Singkat cerita, Dewi Sarkati akhirnya dapat mencapai Kawali setelah sebelumnya ditolong oleh Rakean Hujung saat hendak diperkosa oleh kawanan begal. Ya, Rakean Hujung kawan seperjalanan Wastu Kancana saat berkelana ke Pakuan dan Lampung.

Kegembiraan pun tumpah di keraton. Pelbagai persiapan dipercepat untuk acara pernikahan Wastu Kancana dan Dewi Sarkati. Di tengah kesibukan itu, Dewi Sarkati mulai dekat dengan Dewi Mayangsari, dan dia melihat bahwa putri Prabu Bunisora Suradipati itu seperti dirinya: mencintai Wastu Kancana.    

Maka sehari sebelum pernikahannya dengan Wastu Kancana, Dewi Sarkati mengajukan satu permintaan yang harus dipenuhi: Wastu Kancana boleh menikahinya asal sekaligus dengan Dewi Mayangsari. Tanpa diduga banyak orang, calon Raja Sunda itu akan menikahi dua perempuan sekaligus!

Selain itu, pada kesempatan yang hampir bersamaan, Wastu Kancana yang belum juga menyanggupi untuk menjadi raja, oleh para tetua diberi gelar Prabu Wangisutah.  (irf)  

No comments: