Mula-mula
hanya kisah cinta biasa. Lawan jenis. Pemuda dan gadis. Tapi masalah mulai
muncul saat tokoh lain memadu kasih di luar kesepakatan umum (pernikahan). Singkatnya
perselingkuhan. Penyakit relasi ini pada akhirnya membelit banyak kaki dalam
konflik pelik yang disusun sedemikian rupa. Memuncak hingga terjadi rajapati.
Samsu,
pengarang novel ini, merupakan singkatan dari Sambas dan Susangka, dua-duanya
lahir di Kuningan dengan tanggal, bulan, dan tahun yang sama persis: 23
September 1917. Bukankah ini sebuah kebetulan yang aduhai bagi pengarang kisah
misteri?
Laleur
Bodas (lalat putih) sang tokoh misteri yang “memandu” alur cerita amat lincah
bergerak. Ia muncul dalam surat-surat pendek, menginformasikan kejadian-kejadian
yang akan tiba kepada tokoh-tokoh lainnya. Serupa nubuat yang meneror hari-hari
penuh asmara, prasangka, fitnah, dan amarah.
Basri
dan Lili, sejoli yang membuka novel ini timbul tenggelam dalam alur penceritaan
yang dramatis dan rumit. Di seselanya, Laleur Bodas menguntit.
Saat
kisah mendekati penghujung, yakni ketika tokoh Laleur Bodas akhirnya terongkar,
pembaca bisa jadi akan teringat dengan adegan yang selalu muncul dalam serial
Detektif Conan, yakni saat ia membeberkan segala penemuannya lewat detektif Kogoro
Mouri yang tertidur.
Secara keseluruhan, rasanya tidak berlebihan jika kisah misteri ini diklaim sebagai “Novel misteri Sunda klasik nu nepi ka kiwari teu weléh dipikameumeut”. Hurung! [irf]
No comments:
Post a Comment