Jika malam telah larut, Daria biasanya terbangun: minta ganti popok atau minum ASI. Setelah itu ia kerap susah tertidur lagi. Matanya melek seperti tak ada sedikit pun rasa kantuk. Berbeda dengan siang hari yang justru agak sulit untuk dibangunkan minum ASI. Ibunya telah lelah, tak jarang jatuh tertidur saat Daria masih terjaga. Di saat inilah saya biasanya memanggil Abdullah Totong Mahmud.
Sudah lama Pak Mahmud memukau saya. Lagu-lagu ciptaannya sering mengantarkan ingatan pada masa-masa kecil. Ia tak ragu mengambil bulan sabit dan bintang kejora. Benda-benda langit menjadi terjangkau bagi anak kecil. Selain itu, ia juga menulis tentang sungai, gunung, dan bukit. Juga tentang seorang anak kecil yang lincah dan riang.
Saya sebetulnya tak langsung memanggil Pak Mahmud. Mula-mula biasanya melantunkan puji-pujian dalam bahasa Sunda yang dulu sering terdengar dari masjid di kampung, yang kiwari sudah tak pernah terdengar lagi. Dalam remang ingatan, kira-kira begini liriknya:
"Hei Alloh mugi
Alloh maparinan rohmat
Rohmat sinareng salam ka Kanjeng Nabi Muhammad
Kanjeng Nabi Muhammad ramana Sayyid Abdulloh
Ibu Siti Aminah dibabarkeunna di Mekah
Babar di Mekah teras ngalih ka Madinah
Wafat di Madinah di bumi Siti Aisyah."
Jika itu tak mempan, artinya Daria tak langsung tidur, dilanjut dengan Salawat Badar (kayak mau perang ya hehe..). Nah, setelah itu barulah Pak Mahmud datang. Siapa sangka "Bintang Kejora" yang liriknya indah kini agak ngeri-ngeri sedap, sebab bisa disangka separatis.
"...Tampak sebuah
lebih terang cahayanya
Itulah bintangku
Bintang Kejora yang indah selalu."
Coba, apa tak bahaya itu? Venus alias Bintang Timur si cemerlang tiba-tiba menjadi hantu di republik ini.
Salah satu favorit Daria, maksudnya jika dinyanyikan lagu ini matanya akan mulai redup dan tertidur adalah "Bulan Sabit". Omong-omong, Nadafiksi juga pernah membawakan lagu ini saat tampil di Selasar Sunaryo. Bigini liriknya:
"Bulan sabit di awan
Laksana perahu emas
Berlampu bintang
Berlaut langit
Jauh di angkasa luas
Betapa senang, hatiku rasanya
Menjadi nakhoda di sana."
Setelah itu, kalau dia tak kunjung tidur, saya kasih bonus lagu "Pemandangan", masih ciptaan A.T. Mahmud. Saya sudah hafal lagu ini sejak duduk di bangku SD. Dulu setiap kali ke Pasir Pogor, naik bukit yang berada di belakang rumah, saya selalu teringat lirik lagu ini yang memang saat itu cukup relevan:
"Memandang alam dari atas bukit
Sejauh pandang kulepaskan
Sungai tampak berliku
Sawah hijau terbentang
Bagai permadani di kaki langit
Gunung menjulang
Berpayung awan
Oh, indah pemandangan."
Putaran terakhir, saat saya juga mulai mengantuk, sementara Daria masih belum tidur, biasanya baru memanggil Sambas Mangundikarta. Ya betul, apa lagi kalau bukan "Manuk Dadali". Jika ini pun tak ampuh, barulah saya membangunkan istri yang masih payah dihajar kantuk.
Apa boleh bikin, bapak hanya berusaha, ibu jualah yang menaklukkan. Dan Daria pun tertidur. [ ]
No comments:
Post a Comment