“Kalau tak ada yang kau baca, lalu apa
yang mau kau tulis?”
--Asma
Nadia
Meskipun
pada mulanya lahir dari rahim sejarah kota, namun pada perjalanannya Aleut
berkembang menjadi wadah yang bukan hanya belajar tentang sejarah dan masa
lalu. Sebagaimana kelahirannya, komunitas ini turut dibidani oleh buku. Beberapa
buku Haryoto Kunto--Sang Kuncen Bandung, seolah menjadi batu tapal. Berangkat
dari sana, buku atau lebih luasnya lagi teks, mau tidak mau menjadi teman,
pengiring, dan pembimbing yang setia. Laku membaca dan menulis kemudian
bergulir dengan sendirinya, meskipun memang alirannya tidak selalu deras,
kadang kemarau datang dan kanal menjadi kerontang.
Di
ruang privat, para pegiat Aleut tentu tidak hanya membaca buku-buku yang
terkait dengan sejarah, terutama sejarah lokal Bandung dan Jawa Barat. Tapi barangkali
porsinya masih kurang proporsional antara buku sejarah dan non sejarah. Sementara
dalam pergaulan hidup sehari-hari, sudut pandang tidak melulu dibentuk oleh sejarah,
namun lebih luas dan beragam. Juga karena pada perjalanannya, komunitas ini
kian besar dan makin luas jejaringnya, maka tentu perspektif pun menjadi lebih
rumit.
Dari
kesadaran ini maka ditempuhlah sebuah cara sederhana untuk lebih memperkaya
sudut pandang tersebut, yaitu dengan membaca, membaca, dan menulis!
Pembacaan
terhadap teks bagi sebagian orang mungkin bermula sebagai laku rekreatif,
terutama misalnya jika yang dibaca tersebut kisah fiktif. Hal ini tentu adalah
pengalaman personal. Dari sudut personal kemudian dibawa ke ranah publik, yaitu
komunitas. Di titik ini berbagi hasil pembacaan pribadi akan menjadi menarik
sebab akan dilempar ke “jalanan umum” yang berkarakter khas; multi tafsir,
adanya ruang komentar, dan mungkin sulit diduga. Pengayaan perspektif ini pada
prosesnya tentu juga melahirkan diskusi, adu pendapat, atau bahkan debat. Dari
sana dimungkinkan akan tercipta dialektika sebagai bahan belajar bersama.
Di
ruang belajar bersama, praktek meresensi buku tentu mesti dikawal oleh
pemahaman dan teori tentang bagaimana cara merensi buku yang benar. Hal ini penting
sebagai pijakan atau dasar sebelum “melangkah” ke fase berikutnya. Apa fase
berikutnya tersebut? Karena pada mulanya diniatkan sebagai wadah penggodokan
intern komunitas, maka pada prakteknya riungan resensi ini kerap membicarakan
hal-hal lain yang lebih luas.
Kelas
Resensi Buku Aleut, atau saya lebih senang menyebutnya sebagai Riungan Buku
Aleut, kurang lebih dimaksudkan untuk mencapai hal-hal tersebut di atas. Muaranya
tak kurang, sejalan dengan esensi Aleut; adalah wadah belajar bersama dan
sarana pengembangan individu para pegiatnya.
Scripta
Manent Verba Volant!
Salam Olahraga! [irf]
No comments:
Post a Comment