Di sebuah
ladang peternakan, seekor babi tua penuh pengalaman mengorganisasi massa untuk
melawan dan menggulingkan kesemena-menaan manusia, yaitu seorang tua pemilik
ladang dan para pegawainya. Dalam sekali serbu, sang pemilik yang suka mabuk dan
para pegawainya lari kocar-kacir. Rezim manusia seketika tumbang.
Setelah
kembali mengusai massa dan keadaan, sang babi tua menyerukan tentang pentingnya
kerja keras, solidaritas, kebersamaan, dan kesetaraan. Hal itu kemudian
mengejawantah ke dalam sebuah kesepakatan yang berisi tujuh poin yang berisi
semacam aturan dan pandangan hidup berbangsa. Para binatang yang ikut serta
dalam pertempuran melawan manusia, di antaranya biri-biri, sapi, kuda, angsa,
burung, kucing, keledai, dan masih banyak lagi, tanpa banyak interupsi kemudian
menyetujui kesepakatan tersebut.
Selang beberapa
waktu setelah kemenangan gilang-gemilang, sang babi tua mati. Tampuk pimpinan
kemudian diteruskan oleh dua ekor babi muda yang keduanya sama pintar. Golongan
babi dikisahkan sebagai kelompok binatang yang paling pintar dan secara
kepemimpinan paling bisa diandalkan. Maka bergulirlah kehidupan baru, sebuah
tatanan hidup para binatang yang telah terbebas dari penjajahan manusia.
Dengan penuh
semangat dan harapan yang bergelombang, para binatang bahu-membahu bekerja
keras untuk membangun ladang dan demi kesejahteraan hidup yang lebih baik. Usaha
ini tak perlu menunggu waktu lama sudah memperlihatkan hasil yang
menggembirakan. Kesejahteraan meningkat dan kemakmuran ladang sebuah tatanan
bangsa baru mulai mencuat.
Namun pada
perjalanannya, tidak seperti pendahulunya--yaitu si babi tua, kedua babi
pemegang tampuk kepemimpinan mulai menunjukkan sikapnya yang asli. Watak haus
kuasa dan otoriter perlahan mulai dijalankan. Kondisi binatang lain yang
berperan sebagai rakyat ladang--yaitu pekerja keras dan setia, mereka
manfaatkan untuk kepentingan golongannya, yaitu golongan babi, dan juga golongan
para penjaga atau militer, peran militer ini diemban oleh para anjing.
Hasil bumi
yang mereka panen untuk lumbung nasional malah ditumpuk untuk kesejahteraan dua
golongan ini. Rakyat dikurangi jatahnya, siapa pun yang mencoba kritis dan
melawan harus bersiap dengan hukuman yang kejam. Korban bergelimpangan, dan
kebanyakan rakyat tak berani melawan. Cita-cita agung kolektif yang semula
murni, kemudian melenceng jauh dari niatnya.
Rakyat hanya
“kenyang” dengan simbol-simbol keagungan bangsa yang semu, yang diciptakan oleh
para penguasa. Di mana-mana slogan dan semboyan. Lagu-lagu pemujaan terhadap
bangsa diciptakan. Proyek-proyek yang ditujukan untuk membuai rakyat dan
politik mercusuar dikembangkan. Banyak yang muak namun tak berani dan tak mampu
melawan. Beberapa pemberontakan kecil dapat dengan mudah dipatahkan rezim dua
babi ini.
Jiwa serakah
dan haus kuasa ternyata juga membuat kedua babi ini pecah kongsi. Antara yang
satu dengan yang lain saling adu kuat, yang pada akhirnya membuat salahsatu
dari babi itu tersingkir dari lingkar kekuasaan. Setekah berhasil disingkirkan,
babi yang kalah ini dihinakan oleh kampanye-kampanye yang menggiring rakyat
untuk berpihak kepada si babi pemenang. Ejekan, fitnah, dan tekanan yang
terus-menerus membuat si babi kalah akhirnya meninggalkan ladang para binatang.
Namun namanya tetap hadir dalam bentuk cerita-cerita tentang pengkhianatan.
Dalam kekuasan
tunggal yang absolut, si babi pemenang semakin leluasa sekehendak hatinya
ketika menjalankan roda pemerintahan di peternakan binatang. Lama-kelamaan
kondisi ini akhirnya membuat sadar para binatang, bahwa ternyata antara babi
dan manusia tak ada bedanya, dua-duanya adalah para penindas!
***
Orwell
begitu lihai dalam menyusun cerita alegorinya. Kisah para babi keblinger yang
mengkhianati dan menindas rakyat binatang ini adalah sindiran keras terhadap system
kekuasaan Uni Soviet yang tengah berkuasa. Bagaimana pemerintahan komunis ini
yang semula dibangun oleh semangat kesetaraan, ternyata pada akhirnya hanya memunculkan
penguasa yang diktator.
Jika kita
menelusuri setiap karakter perumpamaan binatang, maka kita akan terkagum-kagum,
sebab Orwell begitu presisi dalam menulisnya. Kekaisaran Rusia, pemimpin komunis,
para rakyat, negara sahabat, si babi kalah, dan peletak dasar atau sang ideolog
komunisme; semuanya dibangun oleh tokoh para binatang tadi dengan karakter yang
serupa. Sehingga jika para binatang ini diumpamakan sebuah system kekuasaan
lain di luar Uni Soviet namun memiliki corak yang sama, maka niscaya akan tetap
relevan. Seperti misalnya mengaitkan para binatang ini dengan rezim Kim Jong Un
di Korea Utara, dan bahkan rezim Orba di Indonesia!
Inilah kisah
alegori yang nyaris sempurna! Tak heran jika Animal Farm berhasil melejitkan nama Orwell di kancah sastra dunia.
[ ]
Foto :
histoforum.net
1 comment:
mantap gan artikel tentang kisah babi-babi keblingernya..
maksih banyak atas infonya gan/...
Post a Comment