22 January 2009

Imajinasi

Imajinasi. Tentang ruang 3 x 3 di lantai dua yang menjadi perpustakaan pribadi dan berjendela besar. Jendela itu menghadap ke timur, lalu setiap pagi sinar matahari akan bebas masuk melaluinya. Di luar tumbuh dua pohon mangga yang rimbun daunnya. Sebuah dahan tumbuh mendekati jendela, lalu kalau musim berbuah dia siap untuk dipetik dari jendela itu. Rak-rak buku tersusun rapi tanpa debu tebal, karena setiap hari dia dibersihkan. Ratusan bahkan kalau mungkin ribuan buku berjejer dari berbagai disiplin ilmu. Sebuah kursi rotan bersandar di tepi jendela, dia mengkilap karena tiap hari diduduki untuk membaca. Di dinding sebelah selatan menempel poster Pramoedya Ananta Toer sedang merokok, dia tampak tua dengan kulitnya yang mulai keriput. Sore hari angin akan berhembus pelan, membuat sejuk ruangan itu. Hari minggu kalau semua pekerjaan telah selesai, maka ambil sebuah buku sastra dan membacanya sampai adzan Dhuhur tiba. Lalu ada jam dinding, lalu ada asbak, lalu ada sebuah radio tempat lagu Rayuan Pulau Kelapa mendayu-dayu sebelum siaran berita. Dan di salah satu sudut kamar ada sebuah komputer tempat memuntahkan segala yang ingin dituliskan. Siang itu ada seekor burung gereja hinggap di kursi dekat jendela, ada juga suara rintik hujan di daun-daun pohon mangga, lalu hp berbunyi tanda sebuah sms masuk.

Imajinasi. Tentang seorang kawan yang datang dari Yogyakarta, membawa beberapa buku tua dari loakan. Dia juga membawa buku tentang Zionis, dan ternyata dia adalah penulisnya. Dia tiduran di kamar itu sambil membolak-balik buku Milan Kundera yang bersampul oranye. Sementara saya tengah membaca buku hasil tulisannya. Kemudian ada diskusi bebas tentang segala hal. Hari kemudian menjadi sore semenjak itu, lalu saya turun ke bawah untuk mandi, dan di meja tergeletak koran hari ini. Sebuah iklan kecil tertulis di dalamnya.

Imajinasi. Tentang pameran buku di Braga, banyak orang membeli Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, La Tahzan dan Harry Potter edisi Relikui Kematian. Saya sendiri sibuk di lantai dua mencari-cari buku Sang Pemula dan Cerita Dari Blora. Buku-buku ‘merah’ semakin banyak diterbitkan, tapi peminatnya tidak sebanyak bukunya karena buku ‘merah’ terkesan tidak memberikan apa-apa selain semangat utopis yang sudah usang. Tapi itu hanya stereotip, dan stereotip tidak selamanya benar. Anak-anak remaja berlomba borong teenlit demi modal gaul di sekolahnya, atau bisa juga sebagai pedoman dalam mencari jenisnya yang berbeda. Anak-anak itu, anak-anak yang memborong teenlit itu adalah mereka yang sedang semangat-semangatnya menelan hidup. Kawan saya yang dari Yogya itu entah kemana, sepertinya dia di stand buku-buku agama, mungkin sedang mencari buku tentang pernikahan?. Buku-buku itu adalah anak-anak rohani yang lahir dari budaya tulis bukan budaya ucap. Jam menunjukkan pukul 14.23, ketika ponselku berdering tanda ada orang yang menelpon.

Imajinasi. Tentang kawan yang pamit mau pergi ke rumah saudaranya. Dan tentang kamu yang sangat cantik sore itu, memakai sweater warna biru dan berkacamata tipis. Saya belum mandi sore itu karena sedang asyik membaca Anak Semua Bangsa, ketika kamu datang tiba-tiba dan berkata “aku ingin membacamu”. [ ]

No comments: