13 August 2012

Matilah Segala yang Kau Tahu

Lelaki tua dan laut. Apa kabar Hemingway?. Prosa cantik itu kini menemukan simpulnya, tepat di jantung pertempuran yang tidak boleh kalah. Di detik-detik yang kita tidak boleh lengah, segala sesuatu harus diterangi mata hati, bukan kompromi atau diplomasi picisan yang seolah-olah melambungkan nama baik. Masih ingat Prijanto?, ya beliau yang menulis, "Lebih baik menjadi batu hitam dan kasar di arus deras namun mampu menjadi pijakan, daripada menjadi kayu yang indah terapung di air yang tenang." Itulah hantaman telaknya bagi politik basa-basi dan kompromi yang berkelindan sehingga hendak membuat tumpul kesadaran. 

Setiap orang adalah Samurai yang harus berani harakiri ketika harga diri terbenam di bawah telapak kaki. Atau minimal seperti lelaki tua itu, ya lelaki tua yang dideskripsikan Hemingway,  “Segala sesuatu yang ada padanya telah tampak sangat tua, kecuali matanya. Kedua matanya memiliki nuansa warna yang sama dengan warna lautan. Mata itu tampak bersinar riang serta tak tertaklukkan oleh apa pun.”

Maka matilah segala yang kau tahu. Segala teori harus terbenam di sini, di titik kulminasi yang tidak bisa lagi ditarik sebuah garis mundur. Ya, "manusia memang bisa dihancurkan, tapi dia tidak bisa ditaklukkan." [ ]




No comments: