Wangi itu mendekapku dalam gigil. Cahaya lampu yang
berpendaran dirobek arsiran hujan seperti nuansa sebuah film noir. Aku mencoba
menyulut cigarette, tapi dia melarangnya. Mulut menjadi kecut dan asam, hanya
tanganku yang merangkul bahunya dalam diam. Tanah yang basah dan wangi permen
menyeruak mencucuk penciuman. Langit mulai hitam jelaga, kelip bintang
tertutup; tak satu pun. Dalam diam tanpa kata-kata aku ingin menulis, memfosilkan
jenak waktu ini untuk dibawa ke masadepan sebagai kenang-kenangan untuk hidup
yang begitu biru. Tapi aku sadar, tidak semua kenangan akan menjelma bangunan
yang kokoh, adakalanya aku harus mengalah, mengendapkan semuanya demi sesuatu
yang lebih penting; lembaga kehidupan yang mengabadi.
Di sini, di dekat wujudnya yang menebarkan aroma permen, aku
melukis impian itu. Segala konflik ingin aku istirahatkan. Aku hanya tajam
menatap matanya yang berkilauan nuansa biru. Capucino hangat tinggal setengah,
dan pembicaraan belum usai. Memang banyak diamnya, tapi sesekali ada juga
pandangan-pandangan terlontar, tentang pikiran yang terkadang kalut, atau
pendapat yang jernih. Aku genggam tangannya yang kecil dan sedikit menciut. Aku
rasakan ketakutannya yang tersembunyi jauh di balik wajah cerah itu.
Bulan telah melewati Juni, tapi aku sering ingat Sapardi,
begitu juga malam itu. Ya, “Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan
selokan---suaranya bisa dibeda-bedakan, kau akan mendengarnya meski sudah kau
tutup pintu dan jendela. Meskipun sudah kau matikan lampu. Hujan, yang tahu
benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan---menyihirmu
agar sama sekali tak sempat mengaduh, waktu menangkap wahyu yang harus kau
rahasiakan.”
Tapi sekarang malam terus beranjak, dan aku harus segera
mengantarkannya pulang. Tanpa jaket, akhirnya ranger hijau centil itu meluncur,
meninggalkan jejak yang terbaca waktu. Wangihujan di belakangku, membuka
jaketnya dan menutupi dadaku yang terus-menerus diserang angin malam. Dalam
catatan ini, aku mencoba memfosilkannya. Bukan untuk menajamkan pisau, tapi mencoba
menumpulkan konflik yang mungkin akan masih meledak. Semoga saja tidak. [ ]
No comments:
Post a Comment