Maka kepada kau sukma aku sampaikan, bahwa yang aku
kumpulkan adalah keyakinan yang jalannya tidak konstan. Turun-naik, persis
seperti iman seorang muslim. Kau sukma, boleh membenci karena aku terkesan
inkonsistensi, tapi percayalah yang hendak aku bangun adalah sebuah lembaga
kehidupan yang kokoh, bukan sekedar gubuk rapuh yang rerak berhamburan disapu
angin. Dan di hari yang ke sembilanbelas ini, ketika aku menatap horizontal
ikatan antar jiwa manusia, aku kembali teringat bahwa Ramadhan belum usai. Aku
menghitung hutang-hutangku kepada agenda yang terbengkalai. Tentang target
khatam yang terbenam, juga berdiri di shaf terdepan setiapkali jam menunjukkan
jam delapan malam.
Tadi waktu aku berdiri di dalam sebuah supermarket made in
Prancis terdengar Bimbo bernyanyi, “Gerbang keampunan, gerbang keampunan,
bukalah ya Tuhan….”. Aku tersesat di retail itu, di antara kue-kue yang
bersiaga siaga menyambut lebaran, dan di antara para pembeli yang antri di pintu
kasir. Adzan maghrib telah lewat beberapa menit yang lalu, dan langit
(barangkali) telah kelabu. Aku hanya membeli sebuh box plastik besar untuk
menyimpan beberapa eksemplar koran bekas dan berpuluh-puluh buku. Wangihujan
menemaniku lewat ponsel usang yang disimpan di saku. Di titik itu aku merasa
terseret oleh arus budaya yang telah mengkhianati keagungan Ramadhan. Di saat
orang-orang menyebut nama-Nya di mesjid, surau, dan musholla, aku malah berdiri
antri di dekat pintu transaksi.
Terdengar lagi Bimbo, “Rindu kami padamu ya Rasul, rindu
tiada terperi. Berabad jarak darimu ya Rasul serasa dikau di sini…”. Ah doa
itu. Doamu pada pernikahan putrimu Fatimah Az Zahra terkasih dengan sahabatmu
Ali bin Abi Thalib tercinta, begitu indah ya Rasul.
Jika aku selamanya dalam lumpur ini, maka benar kata Bung
Anwar, “Hidup hanya menunda kekalahan.” Maka sukmaku, aku sampaikan kepadamu,
telah kupilih jalan ini. Jalan asing dan senyap. Aku tak mau lagi berdamai
dengan segala hal sekunder yang sempat begitu menekan mendesak. Seperti juga
Gie, aku ingin menjadi pohon oak yang berani menentang angin. [ ]
No comments:
Post a Comment