Setiap hari Minggu, di harian
Kompas selalu ada rubrik kartun yang temanya beragam, dari kritik sosial
politik sampai parodi kehidupan sehari-hari. Salah satu yang cukup menyita
perhatian pembaca yaitu “Mice Cartoon”. Strip komik yang di usung Mice atau Muhammad
Misrad adalah tentang kondisi kontemporer kehidupan sehari-hari. Dengan gaya
satirenya, Mice memotret bagaimana laku hidup sehari-hari layak bukan hanya
untuk ditertawakan, namun juga mencuatkan insight baru yang kerap luput
disadari.
Kartunis kelahiran Jakarta 45
tahun lalu itu adalah lulusan Desain Grafis, Fakultas Seni Rupa, Institut
Kesenian Jakarta. Mulanya ia berprofesi sebagai grapic desainer di salah satu
biro konsultan desain di Jakarta. Sejak tahun 1997, ia memutuskan untuk
menggeluti profesi sebagai kartunis. Ia bersama Benny Rachmadi kemudian membuat
strip komik di harian Kompas, yang mulai 4 Juli 2010 “pecah kongsi”. Ruang yang
semula diisi oleh karya kolaborasi tersebut kemudian diganti oleh “Mice
Cartoon”.
Selain rutin mengisi di media cetak,
Benny & Mice pun telah beberapakali melahirkan buku, di antaranya; “Jakarta
Luar Dalem”, “Jakarta Atas Bawah”, “Lagak Jakarta”, “Talk About Hape”, “100
Tokoh yang Mewarnai Jakarta”, “Lost in Bali 1”, “Lost in Bali 2”, dan
lain-lain. Perpisahan Benny dan Mice sempat disayangkan oleh beberapa kalangan,
terutama para pecinta kartun yang kadung menjadi penggemar “duet maut”
tersebut. Namun mereka berdua kemudian menjawabnya dengan karya yang tidak
meninggalkan ciri khas yang selama ini mereka usung, yaitu satire, nakal, dan
kocak. Pasca berjalan sendiri, Mice telah menerbitkan beberapa karya, antara
lain; “Little Mice, Game Over!!”, dan “Kamus Istilah Komentator Bola“.
“Kalau saya sih sederhana aja,
mungkin udah kelamaan kali kita berdua ya, 20 tahun, bosen juga gitu, bosen
dalam tanda kutip ya,” ujar Mice ketika diwawancara oleh “Tukar Posisi”--
sebuah portal yang menyajikan pelbagai informasi dan tips, ihwal perpisahannya
dengan Benny.
Sejak masih bersama Benny, karya
Mice kerap menampilkan potret keseharian yang tajam. Terkait ini Mice
menjelaskan, “Banyak yang bilang karya-karya saya itu hasil observasi atau
penelitian yang dalam, padahal engga juga sebenarnya. Karena karya saya lebih
dekat keseharian, tentang orang Indonesia dan khususnya orang Jakarta dan
kota-kota besar, dan tema-tema itu saya tinggal mencomot aja dari kejadian yang
nyata.”
Dalam berkarya, tokoh utama yang
dibangun Mice untuk menyampaikan pesan-pesannya sering digali dari orang-orang
terdekat. Karakter itu ia pertahankan secara konsisiten. “Dan saya tetap
bertahan dengan karakter saya sendiri. Saya menciptakan satu karakter baru yang
gendut item yg kumisan itu, mungkin pembaca yang ngikutin karya saya tahu lah
ya, itu wujudnya memang ada, namanya Leon. Tapi kadang kalau tanpa ditemenin
sama si Leon, atau misalnya sedang bosan sendiri, saya menciptakan tandemnya
bisa keluarga saya; bisa anak saya, istri saya, dan akhirnya bisa
bermacam-macam tokoh yang bisa mendampingi saya”, ujar Mice menjelaskan.
Dalam dunia yang ia geluti,
seperti umumnya di berbagai ladang kehidupan, ada suka dan duka yang menyertai.
“Kalau karya saya bisa menghibur oranglain sekaligus bisa menghibur diri
sendiri, itu yang sangat saya syukuri. Dukanya kalau besok harus terbit, dan
belum ada tema yang diangkat atau ide cerita, itu bisa bikin saya
guling-gulingan di kasur tiga jam sendiri,” ujar Mice.
Di Frankfurt Book Fair 2015,
Indonesia memberikan kesempatan yang cukup lapang kepada para kartunis untuk
memamerkan karya-karyanya. Dunia kartun dan komik, di Indonesia--seperti kata
Beng Rahadian, sedang indah-indahnya. Hal ini berdasar pada beberapa hal,
yaitu; keragaman gaya, keragaman genre dan tema, mulai menjadi media ekspresi
populer anak muda, menjadi buruan penerbit, event yang banyak, tumbuhnya komik
di institusi pendidikan formal, kekuatan komunitas, berkontribusi dalam
pergaulan internasional, menjadi media darling untuk liputan budaya, sosio
urban, dan pendidikan, serta yang terakhir—dan ini modal utama dan pertama,
yaitu keras kepala para pelakunya.
Di kondisi seperti inilah karya
Mice hadir mewarnai dunia kartun Indonesia. Karyanya akan ikut hadir di
Frankfurt. Kehidupan sehari-hari warga kota yang kerap berada dalam kegagapan,
atau larut mengikuti arus perkembangan zaman, serta peristiwa sehari-hari yang
kadang lebih aneh dari fiksi, berhasil Mice potret dalam gambar dan teks yang
menggelitik.
Riwayat panjang
perjalanannya dalam mengkhidmati dunia kartun, kiranya akan terus berlanjut.
Pada sebuah kesempatan Mice menegaskan, “Walaupun saat ini misalnya ada pilihan
lain, saya tetap memilih menjadi kartunis.” [irf]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment