18 October 2015

Eksplorasi Bahasa Ala Nukila Amal

Sejak novel “Cala Ibi” terbit di tahun 2003, Nukila Amal langsung menyita perhatian publik sastra Indonesia. Karyanya disebut-sebut sebagai salah satu alternatif baru dalam gaya bertutur dan gaya ungkap. Dalam banyak selubung makna yang diracik dengan diksi dan rima yang kadang mengagetkan, “Cala Ibi” banyak mendapat pujian. Novel ini kemudian berhasil masuk 5 besar Khatulistiwa Literary Award.

Dua tahun berikutnya, karya kedua Nukila Amal, yaitu “Laluba” terbit. Kali ini kisah yang disajikan dalam bentuk kumpulan cerita pendek. Dan lagi-lagi, karya ini pun banyak mengundang perhatian. Bambang Sugiharto—Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Parahyangan, menyebutnya sebagai “Cerita-cerita pendek Nukila, menyeret kita ke ceruk batin manusia yang paling dalam dan misterius. Membacanya adalah sebuah pengalaman kebahasaan yang pelik, menyentuh, indah dan menakjubkan.”

Sementara Laksmi Pamuntjak  berkomentar, “Prosa Nukila Amal tidak hanya memuat puisi dalam presisi rima dan diksi; tetapi juga menggunakan metafor yang segar, kerap mengagetkan, cermat dan liris, yang terpadu ke dalam struktur yang ketat bahkan nyaris matematis.”

Namun demikian, kisah yang dihamparkan oleh Nukila Amal, karena kerap menggunakan bahasa yang cukup pelik, berpeluang membuat pembacanya gagap dalam memahami apa yang hendak ia sampaikan. Dalam catatan sastra-indonesia.com, Budi Darma memberikan penilaian begini, “Bahasa metafora yang digunakan Nukila Amal serba menabrak logika. Karena mimpi dipuja, realitas ditabrak, realitas digempur, sebagai konsekuensinya filsafat diusung masuk.”

Dalam frase “mimpi dipuja” dan “realitas digempur”, kiranya memang menjadi tak mudah bagi pembaca untuk mengikuti sulur cerita yang berwajah seperti itu. Bahasa sebagai alat komunikasi, yang muaranya untuk bisa saling memahami maksud para penuturnya, rupanya punya wajah lain, ia bisa juga menjadi pelik dan menabrak logika. Dalam timbangan seperti inilah kisah-kisah karya Nukila Amal ditatah.  

Kondisi ini akhirnya melahirkan beberapa kutub pembaca. Sebagian—yang kebanyakan para sastrawan, tak jeri memberikan pujian. Sementara sebagian lagi, yang mayoritas pembaca umum, malah meberikan penilaian sebaliknya. Memang tidak sampai dinilai buruk, namun bagi pembaca yang tak biasa dengan kemungkinan dan lorong-lorong bahasa, karya Nukila Amal dinilainya sebagai kisah yang lelah untuk diikuti.

Pemerhati sastra, Maman S. Mahayana menjelaskan bahwa persoalan kualitas pada karya sastra memang terbuka. Artinya, karya seperti apapun senantiasa dapat didiskusikan. “Karena itu, seorang penulis tidak boleh surut oleh komentar, kritik, dan penilaian pembaca maupun kritikus. Mereka memang punya hak dan otoritas, tetapi hakikat teks adalah ruang terbuka yang senantiasa mengundang siapapun untuk datang dan menilainya. Gak usah kuatir, penulis mengalir dalam imajinasi, dan kreasi berpuncak pada gunung religi dalam beragam wajah,” ungkapnya.

Dan di sisi lain, Maman juga menjelaskan, bahwa “Teks, bagaimanapun indahnya sebagaimana dimaksud oleh pengarang dan penulis, tetapi tetap berpulang sejauh mana ia bermakna bagi pembaca.”

Pada “Cala Ibi” dan “Laluba”, terhampar berbagai kisah yang barangkali akan membawa para pembaca kepada pengalaman bahasa yang, meskipun terkadang pelik, namun seperti kata Manneke Budiman--setiap tapak kata adalah elan vital yang menyempurnakan dan menggenapi.

Selain dua karya tersebut, Nukila Amal juga--bersama Hanafi, di tahun 2013 sempat menulis buku “Mirah Mini; Hidupmu, Keajaibanmu”, dan satu cerita pendeknya terpilih dalam antologi cerita pendek Kompas yang terbit dengan judul “Smokol” di tahun 2009.

Hari-hari ini, Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015, tengah bersiap dengan kesibukan yang mendorong para pelakunya semakin bergegas. Di puncak acara nanti, karya-karya Nukila Amal akan dipamerkan di hadapan publik dunia yang hadir di Frankfurt. Inilah satu lagi karya penulis dari semesta wajah sastra Indonesia yang berani mengekspolasi kekayaan bahasa. [irf]    

PS : Tak sempat naik :)

No comments: