05 June 2021

Arie

Sekali waktu menjelang Isa. Saya duduk bersama Arie di sebuah bangku butut dan sepotong sofa yang juga jelek, di parkiran dalam, di kantor kami yang saat itu masih beralamat di Kemang Timur 63 B. Tak lama kemudian azan terdengar nyaring dari masjid yang letaknya sepelemparan batu dari tempat kami duduk. Bobotoh Lazio lewat hendak ke masjid.

A Aqwam mah kieu, A, tara tinggaleun ka masigit,” ujar Arie sembari mengacungkan dua jempol tangannya. Dia memuji bobotoh Lazio yang konon rajin ke masjid.

Saya dan Arie bercakap-cakap lagi sambil merokok. Jika tak silap, saat itu rokok Arie Sampoerno Ijo yang tembakaunya besar-besar serupa batang daun teh.

Setelah habis sebatang, saya kembali ke ruangan redaksi.

***

Saat saya bergabung dengan Kemang Timur 63 B, Arie telah ada. Dia, juga dua orang rekannya, yakni Jimi dan Solikin, adalah orang-orang rajin. Bedanya, Arie lebih suka bercerita dan bertanya banyak hal daripada dua rekannya. Kebiasaannya ini, kadang-kadang membuat saya kesal, apalagi saat fokus menjahit naskah.

Salah seorang yang Arie takuti di kantor adalah editor paling menarik se-Jakarta. Jika Arie tak juga berhenti bekerja, editor itu biasanya berujar, “Rie, udah istirahat. Saya iket nih!”

Hampir tiap hari, nama Arie juga kerap terngiang. Pemuda Kopo rajin memanggilnya. “Rie! Pangmeulikeun roko!” Atau sekali waktu, “Rie! Pangmasakeun mih goréng maké endog, sanguan nyak!”

Suatu saat penyair Misa Arwah pernah bercerita, konon Arie ditato di dadanya bertuliskan “Tirto”. Anak-anak kaget. Sementara saya membayangkan bagaimana kalau suatu hari dia berhenti bekerja dari Kemang Timur 63 B, apakah dia akan menghapus tatonya itu?

***

Di sepotong sofa butut tempat kami kerap ngobrol sambil merokok, Arie biasanya tidur. Jika saya hendak pulang ke Bandung pada Sabtu pagi, kira-kira pukul 03.30, dan membuka pintu garasi pelan-pelan, Arie akan terbangun sambil tetap berbaring.

“Ka mana, A, balik?”

“Enya, Rie”

“Kadé ati-ati.”

Dia kemudian tidur lagi.

Seingat saya, sebelum pandemi, Arie telah berhenti bekerja dari kantor kami. Lama tak bersua, tapi Arie kerap muncul di unggahan-unggahan IG saya, baik berupa komentar maupun like.

Beberapa bulan lalu, seorang kawan mengirimkan foto Arie di grup WA. Dia terbaring kaku berselimutkan kain jarik. Arie telah pergi. (irf)

No comments: