
Kantong kecil sudah dari tadi di punggung, lalu saya masuk. "Assalamu'alaikum", saya kasih salam penghuni gedung, tapi tak ada yang menjawab, mungkin karena suara saya ditelan gemuruh hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk memilih buku. Betul kan kata saya tadi, gerah betul di dalam gedung, tapi pantang mundur, maju terus. Dari banyaknya orang, tak ada satu pun yang saya kenal, mungkin selama ini saya kurang gaul. Semakin ke dalam semakin berisik oleh banyak suara : anak-anak TK sedang ada acara di sana, di bimbing ibu-ibu gurunya yang sudah pada tua. Mungkin mau memperkenalkan buku pada usia sedini itu, tapi apa boleh buat yang ada mereka berlari-lari main kucing-kucingan dan petak umpet, kasihan ibu gurunya jadi kerepotan.
Di lantai atas banyak dijual buku-buku "merah" yang kurang laku, hanya satu-dua orang pembelinya. Saya pun tidak beli, malas. Waktu itu novel yang judulnya ada kata "cinta" sedang laku-lakunya, tapi saya tidak beli, sudah punya. Andrea Hirata sedang ngetop, bukunya laku bagai nasi uduk di depan kostan Sumur Batu, yang ini juga tidak saya beli, sudah dua bulan nongkrong di kostan. Lalu saya beli buku apa?.
Tolstoy bikin buku : Tuhan Maha Tahu, Tapi Dia Menunggu. Lumayan tebal, tapi untunglah kena discount. Kumpulan ceritanya panjang-panjang, dan kental aroma religi. Sampai sekarang belum selesai saya baca, karena keburu berpisah : dia di Bandung, saya di Jakarta. Mudah-mudahan dia tidak dimakan serangga dan tidak dikencingi tikus. [ ]
No comments:
Post a Comment