
Turun
dari L 300, langsung singgah di Mesjid Raya Bogor, berlari sambil
dihujani air dan angin yang berhembus kencang. Di emperan mesjid, penuh
oleh orang-orang yang berteduh, dan hujan seperti tidak memberi
tanda-tanda akan cepat berhenti. Setengah jam sudah lewat, tapi langit
masih setia menyiram bumi. Jejentik jam terus berdetak, seperti
menghitung setiap tetes air yang beradu dengan tanah dan daun. Waktu
hujan mulai reda, tukang soto dan tukang bakso diserbu pembeli. Saya
menimbang kantong, menghitung uang yang tersisa : mudah-mudahan ada
sedikit dana untuk menentramkan perut yang minta jatah. Tapi sepertinya
uang yang tersisa hanya cukup buat beli sebuah buku saja. Daripada
tergoda, akhirnya saya berlari menuju Gramedia.
Buku
Khotbah Di Atas Bukit, karya Kontowijoyo. Kata orang-orang, kata para
penikmat sastra, buku ini katanya bagus dan menarik. Tapi saya merasakan
sebaliknya : ceritanya tidak menarik dan monoton. Manusia memang punya
seleranya masing-masing, lagi pula saya bukan orang sastra, maka wajar
saja ; Barman adalah seorang duda yang sudah pensiun dari pekerjaannya.
Kemudian dia pergi ke sebuah bukit dan diam di villa. Di sana dia
mengalami banyak peristiwa spiritual dan hal baru yang belum pernah sama
sekali dia alami, seperti punya banyak pengikut dan bertemu dengan
orang misterius. Tentu akan cukup melelahkan kalau saya ceritakan
semuanya, jadi cukuplah demikian.
Kontowijoyo telah menghabiskan uang saya, yang tersisa hanya ongkos untuk pulang ke Jalan Baru. Sementara hujan kembali turun dan angin terus menderu. [ ]
No comments:
Post a Comment