Untuk orang-orang yang berafiliasi dengan jama’ah Tarbiyah, buku ini
mungkin sudah tidak asing lagi. Sebab, buku apa yang beredar atau sering
dibaca oleh orang-orang yang tergabung dengan sebuah harokah atau
pergerakan, sedikit-banyaknya ternyata bisa dideteksi. Manhaj dan fikrah
sebuah gerakan, tidak sedikit yang diabadikan dalam buku-buku yang
dibuat oleh para aktivisnya. Mereka, para aktivis yang menulis itu,
adalah mereka yang sadar akan pentingnya sebuah proses pewarisan. Dan
dari seorang aktivis pergerakanlah buku ini lahir, dia memetakan
prinsip-prinsip dakwah dalam bentuk tulisan.
Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah organisasi dakwah (menurut beberapa literature adalah gerakan Islam terbesar abad ke-20), tentu mengalami perjalanan dalam menempuh medan dakwahnya yang terus bergerak dinamis. Dalam kondisi seperti itulah dakwah akan mengalami perkembangannya dalam hal konsep. Jum’ah Amin, penulis buku ini memetakan bahwa konsep dakwah Ikhwan harus bisa permanen dan fleksibel. Artinya, prinsip-prinsip apa saja yang tidak boleh berubah, dan apa yang boleh disesuaikan dengan perubahan medan dakwah, tetapi tetap dalam bingkai dakwah yang konprehensif.
Tapi menurut saya, dalam buku ini penulis lebih banyak membahas sisi Tsawabit (permanen)nya, daripada yang Mutaghayyirat (fleksibel). Ada sepuluh poin yang penulis kemukakan tentang konsep-konsep permanen dalam dakwah Ikhwan. Di antaranya yaitu: Ikhwan menolak kekerasan dalam dakwahnya, kewajiban beramal jama’i dalam dakwah, syuro sebagai pemersatu yang mengikat bila terjadi perbedaan pendapat diantara Ikhwan. Disertai dengan pembahasan rukun-rukun baiat dan 20 prinsip dasar dakwah Ikhwan, buku ini semakin memperkaya literature yang selama ini telah banyak dijadikan sebagai buku pegangan para aktivis dakwah, khususnya jama’ah Tarbiyah.
Tahun terbit dalam buku ini (edisi Indonesia) tertera tahun 2008, artinya buku ini muncul sepuluh tahun setelah jama’ah Tarbiyah bermetamorfosis menjadi partai politik. Pertanyaannya: apakah buku ini sengaja dihadirkan untuk mendukung ijtihad pembentukan partai politik? Dan apakah pembentukan partai politik itu adalah salah satu bentuk Al-Mutaghayyirat (fleksibel)? Kawan-kawan mungkin ada yang lebih tahu jawabannya? [irf]
Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah organisasi dakwah (menurut beberapa literature adalah gerakan Islam terbesar abad ke-20), tentu mengalami perjalanan dalam menempuh medan dakwahnya yang terus bergerak dinamis. Dalam kondisi seperti itulah dakwah akan mengalami perkembangannya dalam hal konsep. Jum’ah Amin, penulis buku ini memetakan bahwa konsep dakwah Ikhwan harus bisa permanen dan fleksibel. Artinya, prinsip-prinsip apa saja yang tidak boleh berubah, dan apa yang boleh disesuaikan dengan perubahan medan dakwah, tetapi tetap dalam bingkai dakwah yang konprehensif.
Tapi menurut saya, dalam buku ini penulis lebih banyak membahas sisi Tsawabit (permanen)nya, daripada yang Mutaghayyirat (fleksibel). Ada sepuluh poin yang penulis kemukakan tentang konsep-konsep permanen dalam dakwah Ikhwan. Di antaranya yaitu: Ikhwan menolak kekerasan dalam dakwahnya, kewajiban beramal jama’i dalam dakwah, syuro sebagai pemersatu yang mengikat bila terjadi perbedaan pendapat diantara Ikhwan. Disertai dengan pembahasan rukun-rukun baiat dan 20 prinsip dasar dakwah Ikhwan, buku ini semakin memperkaya literature yang selama ini telah banyak dijadikan sebagai buku pegangan para aktivis dakwah, khususnya jama’ah Tarbiyah.
Tahun terbit dalam buku ini (edisi Indonesia) tertera tahun 2008, artinya buku ini muncul sepuluh tahun setelah jama’ah Tarbiyah bermetamorfosis menjadi partai politik. Pertanyaannya: apakah buku ini sengaja dihadirkan untuk mendukung ijtihad pembentukan partai politik? Dan apakah pembentukan partai politik itu adalah salah satu bentuk Al-Mutaghayyirat (fleksibel)? Kawan-kawan mungkin ada yang lebih tahu jawabannya? [irf]
No comments:
Post a Comment