Antara sebentar perempuan itu berdiri dan mengarahkan
pandangannya ke barat, ke sebuah belokan tempat mobil pertama kali akan
terlihat. Wajahnya jelas sekali mengguratkan seseorang yang sedang menunggu,
lebih tepatnya kesal menunggu. Cigarette putih telah habis tiga batang,
sekarang memasuki yang ke empat. Dia menghisap dengan penuh kecemasan, terlihat
tidak menikmati cigarette made in USA itu. Kalau diperhatikan dengan baik,
perempuan itu sebenarnya cantik, tak jauh dengan Zooey Deschanel, tapi yang ini
aroma bulenya tidak terlalu pekat. Erlan, kawan saya, duduk tak jauh darinya.
Lelaki berperawakan kurus itu sedang asyik membaca buku The Kite Runner
karangan Khaled Khosaini. Dia tidak sempat memperhatikan perempuan yang sedang
kesal menunggu, sebab dia tengah asyik mengikuti alur hidup Hasan, Amir,
Baba, Rahim Khan, dan Ali. Afganistan yang damai dan tenteram tiba-tiba kacau
dan porak-poranda oleh pertempuran. Taliban memenangkan perang dan berkuasa dengan
melancarkan banyak tekanan kepada rakyat sendiri. Dalam novel tersebut, Taliban
sangat sempurna digambarkan sebagai monster, pembunuh haus darah, melumpuhkan
hak-hak perempuan, dan kejam dalam menjalankan hukum. Erlan semakin tersedot ke
dalam buku. Rasanya baru tadi sore dia ikut bermain layang-layang bersama Amir
dan Hasan, sekarang negeri indah itu telah hancur, dan ancaman Taliban terus
mengintai.
Angin berhembus ke arahnya, tercium asap light yang sangat
familiar. Perempuan cantik masih gelisah, dan cigarette telah memasuki batang
ke enam. Petugas razia tidak ada, padahal pemda DKI sudah dua kali mengeluarkan
surat edaran dan pengumaman : di larang merokok di tempat umum. Kalau bukan
karena mencium asap light, Erlan tidak akan pernah menoleh ke perempuan cantik
itu. Darahnya sedikit berdesir, anak muda melihat seorang perempuan cantik. Jangan
berimajinasi tentang adegan film India, sebab hujan tidak sedang turun. Terdengar
bunyi ponsel, perempuan cantik berbicara di udara, nada bicaranya penuh
tekanan, melancarkan kemarahan yang muncul dari kesal menunggu. Asli, dia itu
cantik sebenarnya, kemarahan seperti gerhana yang menutupi pesonanya. Dia
memakai cardigan berwarna biru dongker, roknya yang sedikit di bawah lutut
berwarna kelabu. Kalau bosan berdiri dia akan duduk di bangku tunggu yang
tersebar di bandara, dan Erlan tidak sempat memperhatikan bahwa perempuan itu
akan kurang berhati-hati waktu duduk dan melipat kakinya. Kalau saja Erlan
memperhatikan, pasti darahnya akan kembali berdesir dengan lebih kencang. Dalam
kondisi ini buku The Kite Runer telah berhasil menyelamatkannya.
Erlan juga sebenarnya sedang menunggu. Mobil travel yang
namanya sama dengan nama jalan di Bandung belum juga muncul, waktu dia beli
tiket si karyawan travel bilang bahwa mobil akan datang setengah jam lagi, tapi
sekarang sudah tiga puluh menit lewat, Erlan sudah terbiasa dengan layanan
transportasi seperti ini, bahkan yang lebih buruk sekalipun : dia sudah imun. Karena
kebanyakan membaca dan menunduk melihat ke buku, dia mulai terasa pegal lalu
menggeliat. Waktu itulah dia melihat dan baru sadar bahwa perutnya terasa sudah
lapar, ini pasti disebabkan karena dia melihat kios Dunkin Donut, A&W, dan
ayam goreng Kolonel Sanders. Tak ada masalah dengan uang, dia sekarang sudah
beranjak dari tempat duduknya dan mendekati warung Kolonel Sanders, sementara
perempuan cantik yang memakai cardigan biru dongker masih gelisah bercampur
marah karena yang ditunggunya tidak juga muncul, entah sedang menunggu siapa.
Kenyang sudah, lalu kembali ke tempat awal untuk menunggu travel, dan muncullah
mobil itu. Perempuan rok di bawah lutut berkicau lagi, amarahnya seperti satu
formula yang sama dengan adegan di sinetron bersekuel. Mobil meluncur waktu
Erlan melihat sebuah ponsel di bangku bekas perempuan itu, Blackberry terjatuh.
“Mbak..mbak…!!”, tapi terlambat, mobil sudah hilang di belokan. Erlan menunggu
lagi, kini bertambah : mobil travel dan mobil si mbak yang tadi marah-marah,
dia pasti akan balik lagi sebab setengah nyawanya tertinggal di bangku tunggu,
begitu pikirnya.
Dan setelah perempuan itu berucap terimakasih, dia lalu pergi
bersama Blackberry-nya, aku lalu mendekatinya. “Olva”, itu yang aku ucapkan
waktu kami berkenalan. Tampangnya beraroma serius, apalagi yang dipegangnya
buku, aku sudah pernah menjalani beberapa minggu dengan lelaki penggandrung
buku. Entah bagaimana kabarnya dia sekarang, aku memang tak pernah lagi
berkomunikasi dengannya. Kulirik judul buku yang tengah dipegangnya, aku ingat,
buku itu pernah aku lihat dibawa oleh lelaki pengggandrung buku waktu kami
bertemu di sebuah toko buku. “Dari Balikpapan, mau pulang dulu ke Bandung”, itu
jawabannya waktu aku tanya “Penerbangan dari mana Mas?”. Dia seperti sengaja
tidak melanjutkan membaca dan menutup bukunya, lalu dengan sopan mulai berbincang
ringan denganku. Cara bicaranya tidak cepat, malah cenderung pelan.
Kadang-kadang dia berbicara seperti menggunakan metafora, pembawaannya tenang, dan
senyumnya sedikit pahit. Entah kenapa gaya bicara sekilas seperti lelaki
penggandrung buku yang aku tinggalkan, bahkan beberapa kosa-katanya benar-benar
membuat aku dejavu.
Karena aku yang banyak bertanya maka aku tahu bahwa dia
mempunyai sebuah komunitas atau group di situs jejaring social. Nama
komunitasnya aku lupa lagi, yang pasti katanya, dia dan kawan-kawannya adalah
orang-orang yang berminat pada buku dan tulisan, aku kembali diingatkan pada
lelaki penggandrung buku. Hei tapi tunggu dulu, dia seperti sedang menyimpan
sesuatu. Dia seperti menggiringku pada suatu hal. Dia mulai bercerita tentang kawannya
yang tinggal di Jakarta, tentang kawannya yang suka menulis, tentang kawannya
itu yang kerja di sebuah tempat di Timur Jakarta. Dan aku mulai menangkap
benang merah dari ceritanya. Benar saja, dia adalah kawannya dia, kawannya
lelaki penggandrung buku. Tapi dia cukup sopan untuk tidak bertanya terlalu
jauh mengenai aku dan lelaki penggandrung buku. Mobil travel yang ditunggunya
datang , dan dia pamit, mobil meluncur ke Bandung. “Mas….mas…”, tapi terlambat,
dia meninggalkan buku yang tadi dibacanya. [ ]
1 comment:
Denger deja vu..huuuft...itu sering banget kejadian deh di aku.hihi
Post a Comment