Mula-mula entah apa. Sihir kata telah menggiring pada titik
yang bernama Republik. Nama di belakangnya ditemukan dengan penuh tertawa,
senang yang dibikin sendiri. Seperti kanal tempat mengalirkan segala lahar tak
bernama, yang mengalir di lereng pikiran, ingatan, dan imajinasi yang tak
seindah puisi. Lalu terkontaminasi dengan kampanye dan khotbah. Beban pesan
dipaksakan dari balik bilik catatan. Tak ada yang salah langkah, hanya saja
beberapa telah menjadi kriminal, termasuk saya, yang melarikan diri padahal
termasuk yang mula-mula memulai. Barangkali namanya pecah kongsi, tapi wajar
saja, yang namanya jalan pikiran tak seorang pun bisa memaksakan.
Agenda-agenda hancur berantakan, dan waktu dihabiskan dengan
menebak-nebak jalan pikiran. Yang tak bisa dilepaskan itu bernama manuver dan
ilfiltrasi. Menarik memang, sekilas seperti keributan antara Lekra dan
Manikebu, tapi ketika produktivitas menurun, dan hanya didominasi oleh beberapa
gelintir, keributan menjadi tidak menarik lagi.
Tapi dalam ketidakteraturan inilah sebenarnya nyawa itu
ditiupkan. Melebihi improvisasi jazz, atau lukisan abstrak Afandi. Ada
bertanya, perkumpulan macam apa ini?. Tak usah bertanya kawan, menulis saja, dan
rasakan arus baliknya. Huruf-huruf yang diaborsi telah banyak berhamburan, dan
kisah telah mati sebelum dicatatkan. Itu faktanya, maka saya tidak menyukai
arus utama. Seperti status quo yang menunggu untuk digulingkan, maka huruf-huruf
samar yang bertenaga selalu puitis untuk dibaca. Saya kadang tertarik dengan
arsip dan dokumentasi, seolah-olah induk semang bagi anak-anak ruhani yang
berlesatan dari alam imajinasi. Ketika banyak orang menganggapnya hanya sebagai
dagelan, saya memilih untuk tetap berdiri. Menunggu dan bertahan dalam kondisi
seolah-olah lemah adalah mimpi buruk bagi setiap pribadi yang dibesarkan dalam budaya harakiri.
“Ko gw jadi kaya cewe bego gini sih. Gw adalah perempuan
independen. Sekarang duduk aja gw ga bener. “ Kutipan dari film pendek besutan
Joko Anwar itu seperti petasan yang dibakar pagi-pagi sebelum mata dan
kesadaran sempurna mengenal hari. Orang tidak bisa selamanya berdampingan
dengan alter ego-nya. Dia suatu saat harus lepas dan merayakan pilihan. Kenangan
dan masalalu adalah bahan bakar terbaik untuk merancang sebuah film puitis yang
buruk. Selebihnya bisa dilarung dengan semangkuk mie instant kuah pedas ketika
hujan menderas mencium bumi.
Kelak tidak boleh lagi ada penyesalan yang beranjak matang
ketika usia digerogoti waktu. Pendar-pendar melankolik harus berhenti pada
titik yang tepat, atau dipaksa berhenti dengan cara seorang laki-laki. Maka
biarkan semuanya tetap berjalan sewajarnya tanpa menggadaikan sikap. Tidak
semua nasihat bervitamin dosis tinggi, adakalanya justru seonggok sampah yang
hanya layak untuk dibuang atau dibakar. Kesenangan harus dibuat sendiri, tidak
boleh menunggu uluran dari balik jendela. Ini adalah mandiri di level tertinggi
dengan mahkota mengkilat bercahaya.
Tapi matahari tidak pernah memilih tempat untuk
menyinari, maka berikanlah yang terbaik, sebab pamrih adalah kamus permanen
para buruh. Kelak setiap jiwa akan sadar bahwa minyak dan air selamanya tidak
akan sama. Dan tidak ada yang lebih menarik selain cerita-cerita lirih tentang kompleksitas
jiwa manusia. Lalu sepi. Yang tersisa hanya suara Aselin Debison membawakan
Somewhere Over The Rainbow. [ ]
No comments:
Post a Comment