Sekira empat tahun yang lalu, di jalan Sumur Batu, persis di sebelah
jembatan terdapat kios buku. Tapi kini sudah berganti menjadi warteg.
Mbak penjaga kios itu sering terlihat terkantuk-kantuk. Pengunjung
sepi. Seringkali saya dapati, hanya saya sendiri yang tengah
melihat-lihat buku yang berjajar memenuhi rak. Saya membeli beberapa
buku dakwah dan pergerakan Islam di sana. Dalam benak sering
bertanya-tanya, “dengan pengunjung yang sangat minimal, apakah kios buku
ini bisa bertahan lama?” Lalu empat bulan setelah itu, kios buku tutup.
Dan empat hari setelahnya, buku berganti dengan menu makan sehari-hari.
Alangkah cepat aksara terenggut dari lalu-lintas ekonomi. Saya
sedikit menyesali kematian kios buku ini. Namun kenyaatan tak bisa
dipungkiri, orang-orang masih lebih membutuhkan makanan daripada sebuhul
imajinasi. Setidaknya di jalan Sumur Batu.
***
Kemarin, sehabis menjenguk seorang kawan di rumah sakit Persahabatan,
Rawamangun, untuk kesekian kalinya saya sempat juga singgah ke toko
buku Eureka di jalan Balai Pustaka. Tidak seperti biasanya. Jika
hari-hari sebelumnya toko buku ini sepi, maka saat itu keadaannya
berubah; menjadi sangat sepi.
Seorang mbak kasir yang manis melemparkan senyum, namun terasa getir.
Hampir semua barang dikenakan diskon. Rak-rak buku banyak yang kosong,
CD musik tinggal tersisa beberapa keping, dan majalah-majalah telah
hilang. Tangga menuju lantai dua sudah tidak ada, satpam yang biasa
membukakan pintu entah ke mana, dia juga tiada. Waktu saya bertanya
ihwal beberapa “kehilangan”, mbak kasir manis menjawab, “mau segera
tutup mas.” Dari jawabannya tersimpan nada suara tentang pekerjaan yang
akan segera lenyap.
Di pojok ada bocah dan ibunya yang sedang membuka-buka buku
pelajaran. Sementara di pojok yang lain seorang bapak sibuk memilih
buku-buku entah apa. Saya sendiri pada akhirnya hanya membeli sekeping
CD Efek Rumah Kaca; Kamar Gelap. Waktu bayar senyum manisnya timbul lagi.
***
Saya telah mencoba sinis, namun tidak bisa. Ihwal kios dan toko buku
yang gulung tikar itu saya pikir karena kesalahan strategi. Posisi
tempat menjadi kunci. Bukan salah jalan Sumur Batu dan Balai Pustaka,
namun jika kita lihat pasar buku di Senen dan Palasari, adakalanya
barang seperti itu memerlukan sistem oligopoly, pasar barang sejenis.
Dengan Gramedia sebagai pengecualian (meskipun Gramedia ITC Cempaka
Mas tutup juga), contoh lain adalah tentang sepinya toko Gunung Agung
yang terletak di depan Markas Marinir di Kwitang. Toko Gunung Agung lama
yang terdapat tidak jauh dari halte bus way Senen cenderung lebih
ramai, karena di sebelahnya ada beberapa toko buku kecil yang masih
bertahan. Tidak bisa dibohongi, bahwa calon pembeli seringkali
membutuhkan pembanding sebelum memutuskan membeli suatu barang.
Di jalan Sumur Batu yang nampak hanyalah warung-warung kecil yang
menjual rokok dan sembako. Kalau sore tiba, trotoar dan bahu jalan
dikusai tenda-tenda biru para penjaja makanan. Toko buku yang telah
gulung tikar persis sendirian di tengah kepungan niaga pangan. Pun
begitu, meskipun di ujung jalan Balai Pustaka berjajar warung-warung
fotocopy dan ATK, namun posisi Eureka dikepung para penjual makanan.
Harga pun tidak bersaing, dengan jumlah koleksi buku yang sangat lebih sedikit dibandingkan toko buku raksasa, Eureka
nyaris tidak punya daya jual yang kuat selain interior yang didesain
cukup nyaman. Maka lonceng kematian pun berbunyi. Dalam bauran pemasaran
kita mengenal empat pilar; product, place, price, promotion. Kiranya teori lama itu masih ampuh mencekik siapa saja yang abai kepadanya.
Maka pada beberapa kasus toko buku yang sepi pengunjung dan kemudian
gulung tikar, muncul sebuah kesadaran bahwa selain minat baca yang masih
kurang menggembirakan, juga strategi pemasaran menjadi ujung tombak.
Idealisme koyak bersama pasar yang sepi, sementara pemasukan harus tetap
terjaga demi keberlangsungan hidup.
Waktu mendengarkan Jangan Bakar Buku dari ERK, saya kira lirik ini bisa ditujukan kepada apa pun, termasuk kepada lemahnya strategi pemasaran :
Kata demi kata mengantarkan fantasi
Habis sudah, habis sudah
Bait demi bait pemicu anestesi
Hangus sudah, hangus sudah [ ]
No comments:
Post a Comment