23 September 2015

Asma Nadia dan Lingkaran Literasi Islam yang Akhirnya Menjangkau Frankfurt

Asma Nadia, salah seorang penulis dan pegiat literasi yang karya-karyanya banyak diangkat ke layar lebar, namanya termasuk ke dalam daftar orang-orang yang akan berangkat ke Frankfurt pada Oktober nanti. Adik dari Helvy Tiana Rosa ini telah melahirkan puluhan buku yang rata-rata sukses di pasaran.
Perjalanan kepenulisan Asma Nadia tidak bisa dipisahkan dengan “Forum Lingkar Pena” (sebuah organisasi penulis terbesar di Indonesia). Ia bersama kakaknya, juga kawan-kawannya sesama mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, pada tahun 1997 berkumpul untuk berdiskusi tentang minat membaca dan menulis di kalangan para remaja Indonesia.
Pertemuan tersebut mencuatkan satu kesadaran bahwa kebutuhan masyarakat akan bacaan yang bermutu semakin mendesak. Selain itu, mereka juga menyadari tentang betapa efektifnya menyampaikan gagasan melalui tulisan. Dari sana kemudian lahirlah “Forum Lingkar Pena” yang pada perjalanannya, sampai saat ini, telah beranggotakan ribuan orang, serta hadir di hampir seluruh kota di Indonesia, juga punya cabang di banyak negara.
“Forum Lingkar Pena” dari mula kelahirannya sudah memposisikan diri sebagai forum para penulis yang menghasilkan karya-karya Islami. Hal ini kemudian diperkuat dengan terbitnya Majalah Annida, sebuah majalah yang menghimpun cerpen-cerpen Islam yang mayoritas dibuat oleh para pegiat “Forum Lingkar Pena”. Maka tak heran jika sekali waktu Majalah TEMPO pernah menulis bahwa forum ini sebagai “pabrik penulis cerita”.
Organisasi tersebut kemudian mendirikan Rumah Cahaya (Rumah Baca dan Hasilkan Karya), di mana Asma Nadia aktif di dalamnya. Sampai saat ini setidaknya sudah ada 10 cabang Rumah Cahaya di beberapa penjuru Nusantara, di antaranya; Aceh, Medan, Lampung Timur, Ciputat, Puwokerto, Pekalongan, dan masih banyak lagi.
Maman S. Mahayana (mantan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta) yang juga akedemisi di Universitas Indonesia, pernah berkomentar ihwal kiprah “Forum Lingkar Pena”. Kata Maman, “Dalam sejarah sastra Indonesia, belum ada satu pun organisasi atau komunitas (sastra) yang kiprah dan kontribusinya begitu menakjubkan, sebagaimana yang pernah dilakukan FLP. FLP telah membuat catatan sejarah sastra Indonesia dengan tinta emas!”
Di luar sepak terjangnya di organisasi penulis tersebut, Asma Nadia juga kemudian mendirikan rumah penerbitan sendiri yang ia beri nama “Asma Nadia Publishing House”. Di sana ia kemudian melahirkan banyak sekali buku, dan juga kerap mengadakan lokakarya kepenulisan bagi masyarakat.
Dalam perjalanannya sebagai penulis yang banyak mengispirasi masyarakat, nama Asma Nadia kemudian dijadikan nama untuk sebuah rumah baca, yaitu “Rumah Baca Asma Nadia”. Wadah ini merupakan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) – Perpustakaan Dhuafa – yang diinspirasi oleh sosok Asma Nadia dengan tujuan mulia yaitu memberi wadah alternatif yang menyediakan buku-buku bacaan untuk anak-anak dan dewasa. Jaringan rumah baca ini telah meluas ke berbgai daerah seperti; Penjaringan, Bekasi, Yogyakarta, Ciledug, Tangerang, Balikpapan, Gresik, Pekanbaru, Batam, Samarinda, Kebumen, Cigombong-Bogor, dan Tenggarong.
Kini, Asma Nadia berkesempatan untuk hadir di Frankfurt. Di sana, kiprahnya di dunia literasi, dan mungkin juga karya-karyanya, dapat dilihat dan didiskusikan secara luas. Tidak hanya sebagai pegiat literasi dan penulis perempuan, namun juga karena karya-karyanya mewakili satu entry kata yang kerap diperbincangkan, yaitu “Islami”
Ia bisa menjadi wakil bagi karya-karya Islami yang yang ramah, teduh, dan mempercayai kekuatan gagasan yang disampaikan melalui teks. Ya, bagaimanapun hal tersebut harus dibicarakan, bukan sebagai klarifikasi, namun sebagai satu perspektif tentang karya Islam Indonesia yang memperkaya keragaman.
Dan di atas segalanya, terkait dengan gelaran Frankfurt Book Fair ini, sebagaimana pernah dikutip dari Asma Nadia, bahwa membaca dan menulis selamnya tidak dapat dipisahkan, “Kalau tak ada yang kau baca, lalu apa yang mau kau tulis?”.
Asma berangkat ke Frankfurt sebagai salah satu wakil dari gerakan literasi yang gigih mengkampanyekan pentingnya buku, membaca dan menulis. Ia dipilih, tentu saja, sebagai peringatan tentang Islam yang dulu pernah unggul dalam peradaban karena menjunjung tinggi kegiatan literasi. Asma, dengan caranya sendiri, menggemakan kembali perintah Tuhan yang pertama dalam kitab suci al-Quran: Iqra! (irf)

Postscript : 
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.

No comments: