Oktober nanti di Frankfurt, di
hadapan publik dunia, Indonesia sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair
2015, akan membawa beberapa buku karya penulis perempuannya. Salah satunya
karya Linda Christanty. “Jangan Panggil Kami Teroris”, sebuah kumpulan hasil
liputan dan investigasi Linda ke beberapa daerah di Indonesia dan Asean, akan
mencoba menyapa ruang pembacaan Jerman.
Karya Linda ini diterjemahkan ke
dalam Bahasa Jerman, dan akan diterbitkan Horlemann Verlag. Dalam edisi Jerman,
buku ini diberi judul “Schreib Ja Nicht, Dass Wir Terroristen Sind!” Sedangkan
dalam versi Inggris, Kepustakaan Populer Gramedia akan menerbitkannya dengan
judul “Do Not Write We Are Terrorists”.
Seperti
karya-karya jurnalisme Linda sebelumnya, kali ini ia pun menyorongkan
kisah-kisah yang menuntut daya kritis pembaca dalam menyikapi berbagai hal yang
seolah telah menjadi kebenaran umum.
Dalam sebuah wawancara dengan
kru 17.000 Island of Imaginations, Linda mengutarakan bahwa sikap kita terhadap
terorisme, misalnya, mesti ditakar dengan matang, tidak semata tunduk pada
fakta-fakta yang berpolusi opini, karena hal ini akan menggiring kita pada
sikap yang tidak adil.
“Kita harus bersikap kritis juga
terhadap tidak hanya soal bagaimana orang menggunakan agama untuk melakukan
pembenaran, tetapi kita juga bersikap kritis terhadap kata-kata yang diproduksi
di dalam konflik global ini,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga mengatakan
bagaimana, misalnya, situasi di Palestina atau konflik di Afrika yang harus
benar-benar ditimbang, karena sulur sejarah kita ke belakang, yang para
pelakunya adalah mereka yang hari ini kerap kita sebut sebagai pahlawan, adalah
juga mereka yang pernah dilabeli teroris oleh kaum kolonial.
14 kisah di buku ini mendadarkan
bagaimana ketidakadilan ternyata bisa terjadi dengan mengatasnamakan apa saja;
demokrasi, komunisme, nasionalisme, suku, bangsa, ataupun agama.
Hal ini Linda menjelaskan, “Bagi
saya setiap isme-isme; nasionalisme, kemudian agama apa punlah tidak hanya
Islam, ya Kristen, Budha, kemudian Sosialisme, itu adalah sebuah ide atau
gagasan, yang bisa kita nilai hanyalah prakteknya. Apakah itu berguna bagi
manusia atau tidak, apakah bisa membuat orang hidup dalam damai, saling
menghargai, aman, dan terjamin kehidupannya atau tidak.”
Buku ini memberi tempat yang
lapang kepada mereka-mereka yang diabaikan, kepedihan yang tak diakui,
ketersisihan yang harus ditelan dengan pahit dan kesulitan orang-orang di
dalamnya untuk menghadapi dan memahami dunia di sekelilingnya.
Kehadiran buku ini di Frankfurt,
hampir pasti, akan menyodorkan wajah Indonesia yang tidak hanya elok, yang mooi
dalam citraan eksotisme, melainkan juga memiliki wajah yang bopeng, yang tidak
rapi, penuh bilur-bilur luka. [irf ]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment