Dalam khazanah sastra Indonesia, banyak cerita
pendek yang ditulis oleh para penuturnya dengan kelihaian berkisah yang
beragam. Sebagian kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku kumpulan
cerita pendek. Dalam rentang waktu yang cukup panjang, pada perjalanannya
banyak cerita pendek yang berhasil merebut perhatian khalayak pembaca; baik
pembaca umum maupun para kritikus sastra.
Sekadar menyebut contoh, berikut beberapa buku
kumpulan cerpen yang kehadirannya tidak hanya memperkaya sastra Indonesia,
namun juga berhasil menohok para pembacanya; “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke
Roma” karangan Idrus, "Percikan Revolusi" karangan Pramoedya Ananta
Toer, “Robohnya Surau Kami” dari A. A. Navis, “Godlob” karya Danarto,
“Orang-orang Bloomington” karangan Budi Darma, sampai “Rumah Kopi Singa
Tertawa” buah tangan Yusi Avianto Pareanom, dan masih banyak lagi.
Dalam ajang Frankfurt Book Fair 2015, ada beberapa
cerpenis yang karyanya akan ikut hadir di sana, salah satunya adalah Yusi
Avianto Pareanom. Kumpulan cerita pendek dari penulis yang mengelola Penerbit
Banana itu, berasal dari karya-karyanya dalam kurun waktu 1989-2011.
“Rumah Kopi Singa Tertawa” sendiri seperti layaknya
keriuhan interaksi di tempat-tempat ngopi, terdiri dari cerita-cerita yang
beragam, seringkali tidak memiliki tema yang saling berkait, dan dikemas dengan
gaya bertutur yang menarik.
18 kisah yang semula bertebaran di berbagai surat
kabar ini, dari “Cara-cara Mati yang Aduhai” sampai “Hukum Murphy Membeli
Orang-orang Karangapi”, semuanya menampilkan kelihaian si penutur dalam
mengolah segala informasi yang diterima, lalu diendapkan, kemudian terlahir
kembali dalam wujud cerita.
Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Anwar Holid
(seorang editor dan penulis), Yusi menjelaskan tentang karyanya:
“Cerita-cerita itu bermula dari apa yang saya lihat
dan baca, atau dengan kata lain pemantiknya adalah keseharian yang berlangsung
di depan mata, ataupun peristiwa besar yang terjadi di belahan dunia sana, yang
bisa saja terjadi sekian puluh tahun yang lalu.”
Cerita-cerita Yusi, oleh sebagian pembacanya kerap
disebut absurd, ajaib, dan mempunyai selera humor yang aneh. Terkait hal
tersebut, Yusi tidak membantahnya, namun ia menambahkan bahwa yang paling dibutuhkan
dalam bangunan cerita fiksi adalah logika yang baik dan jelas.
Kepada Idhar Resmadi (penulis beberapa buku musik
dan budaya populer), Yusi bertutur, “Premis cerita dibuat ajaib itu boleh,
sepanjang ada logikanya. Kalau tidak begitu, cerita akan wagu atau nggak
jelas.”
Buku kumpulan cerita pendek Yusi ini hadir di tengah
situasi sastra koran kontemporer yang cukup menggembirakan. Jika kita
menyambangi surat kabar edisi Minggu, setiap pekannya hampir semua koran, baik
nasional maupun daerah, menyediakan ruang untuk rubrik sastra, dan cerita
pendek mendapatkan tempatnya yang cukup lapang. Di ruang ini, selain para
penulis lama masih terus produktif, juga melahirkan para pencerita baru yang
kerap hadir dengan ide-ide segar, dan percobaan gaya bertutur yang patut
disimak.
Dalam kondisi seperti inilah, cerita-cerita Yusi
yang dihimpun dari kurun 1989 sampai 2011, dan terhimpun di buku “Rumah Kopi
Singa Tertawa”, dengan segala pilihan tema dan gaya bertuturnya —meskipun
secara publikasi seolah tak terlalu hirau--salah satunya adalah untuk menjadi
semacam pembanding bagi karya serupa yang lahir dalam tahun-tahun yang kurang
lebih berdekatan.
Sementara
bagi publik luar, khususnya Jerman, kedatangan karya Yusi dan juga buku-buku
cerita pendek karya para pengarang Indonesia yang lain, lengkap dengan
informasi kelahiran dan perkembangannya, barangkali bisa menegaskan tentang
sastra Indonesia yang memang beragam. Ya, ia tak melulu novel dan puisi, namun
ada juga cerita pendek yang ikut menghidupkan denyut nadi sastra
Indonesia.[irf]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment