Ketika sedang bersepeda di
kampung kakeknya, seorang bocah melihat ada pohon kenari raksasa di dekat
sungai. Ia penasaran dan mendekatinya. Namun ketika sampai di pohon itu,
tiba-tiba ia terseret arus sungai dan terbawa masuk ke dalam dunia di balik
pohon kenari.
Nono, si bocah itu, terseret dan
terjerembab ke masa ketika Cornelis de Houtman dan pasukannya tiba di tanah
Jawa. Karena ia tengah memakai kaos Manchester United, maka pasukan Belanda
menuduhnya sebagai mata-mata Inggris yang menjadi musuh belanda waktu itu.
Bermula dari sini, petualangan Nono di dunia lain, yang layaknya film “The
Chronicle of Narnia” terus berlanjut.
Kisah itu termuat di buku “Anak
Rembulan” karangan Djokolelono yang cetakan pertamanya terbit di tahun 2011.
Penulis yang sempat ngetop di tahun 1970-an sampai dengan 1980-an ini, memang
terkenal sebagai seorang penulis buku fiksi ilmiah dan juga buku anak-anak.
Pengarang kelahiran Blitar tahun
1944 itu sangat produktif, dan kisah-kisahnya dianggap melampaui zamannya. Ia
penah menulis serial penjelajahan ke antariksa dengan imajinasi yang, tidak
hanya disukai oleh anak-anak, namun juga pembaca dewasa.
Buku seri fiksi ilmiahnya di antaranya; “Jatuh ke Matahari”, “Bintang Hitam”,
“Bencana di Planet Poa”, “Sekoci Penyelamat Antariksa”, dan “Kunin Bergolak”.
Zainal Arifin, seorang pegiat di
Kalfa (Kaldera Fantasi); komunitas dengan titik fokus pada fiksi fantasi, pasca
menghadiri sebuah acara di mana Djokolelono menjadi pembicaranya, sempat menuliskan
ulang apa yang ia dengar dengan dari pengarang tersebut. Menurut Djokolelono,
sebagaimana ditulis oleh Zainal, menulis karya fiksi ilmiah pada dasarnya
adalah menulis sesuatu yang rasional dan mengikuti hukum-hukum ilmiah, walaupun
hukum ilmiah itu merupakan khayalan atau spekulasi.
Ia melanjutkan, bahwa fiksi
ilmiah dan fantasi bisa jadi adalah bentuk lain dari mitologi. Dan mitologi
sendiri berakar dari rasa ingin tahu akan hal-hal yang tak bisa dijelaskan.
Djokolelono sempat mengutip dari Mirriam Allen de Ford, “Science fiction deals
with improbable possibilities, fantasy with plausible impossibilities”.
Ternyata dengan ke-takterbatasannya, fiksi ilmiah memberikan alternatif lain
dari mimpi tentang masa depan.
“Generasi TVRI” tentu mengalami
serial “Aku Cinta Indonesia” (ACI) yang sempat disukai anak-anak. Cerita itu
adalah juga salah satu karya Djokolelono. Episode ACI yang ia tulis adalah;
“Gatal-gatal Tenar”, “Bunga Buat Bu Hardilah”, dan “Nuk, Semua Cinta Padamu”.
Dengan tangan dinginnya, meskipun ia dikenal sebgai pengarang fiksi ilmiah,
namun Djokolelono juga berhasil mengangkat cerita anak-anak yang berjejak dari
kehidupan sehari-hari.
Ia juga kemudian menulis kisah
petualangan Astrid; seorang gadis kecil yang mengalami banyak pengalaman yang
dapat melonjakkan adrenalin. Kisah berjalan dari satu peristiwa ke peristiwa
berikutnya, dan Astrid sebagai tokoh utama di kisah itu berhasil menawan minat
anak-anak untuk terus mengikuti alur kisahnya. Tak kurang dari sembilan kisah
tentang Astrid ini telah diterbitkan, yaitu; “Astrid dan Bandit”, “Astrid dan
Pelarian”, “Astrid : di Palungloro”, “Astrid : Duel Dua Dukun”, “Astrid :
Penculikan Tamu Negara”, “Astrid Dibajak”, “Astrid : Shooting di Pulau
Bencana”, “Astrid : Jatuh Cinta”, dan “Astrid : Rumah Pohon.”
“Petualangan Tom Sawyer” karya
Mark Twain yang terkenal, kehadirannya di publik pembaca Indonesia, kerja
terjemahannya pernah dibidani oleh Djokolelono. Ya, ia memang banyak juga
menerjemahkan karya-karya para pengarang asing ke dalam bahasa Indonesia, yang
akhirnya memperkaya pilihan khalayak pembaca.
Kehadiran “Anak Rembulan”
sebagai buku terbaru Djokolelono tentu mencuatkan kegembiraan, khususnya bagi
para pecinta cerita anak dan fantasi. Ya, setelah “menghilang” bertahun-tahun,
sang legenda cerita anak dan fiksi ilmiah ini, kini muncul kembali masih dengan
kelihaiannya dalam mengisahkan sisi-sisi menarik dan tak terduga dari imajinasi
yang ia lambungkan setinggi-tingginya.
Pengarang yang telah berkarya
jauh sebelum film fantasi “Star Wars” hadir di tengah-tengah masyarakat
Indonesia, kini karya-karyanya akan ikut dipamerkan di acara Frankfurt Book
Fair 2015. Anak-anak, sebagai bagian penting dari masyarakat pembaca, baik di
Indonesia maupun dunia, memang sudah selayaknya diperhatikan dan “dimanjakan”
lewat cerita-cerita yang seru dan memancing imajinasi. Tentu dengan tidak
mengesampingkan penyesuaian antara kisah dengan usia mereka.
Dengan “kecerdasan
fantasi” yang dimiliki oleh Djokolelono, barangkali karya-karyanya—baik yang
lama maupun yang baru, tidak akan sulit diterima oleh pembaca anak-anak dari
sudut dunia mana pun. Lewat Nono, Astrid, dan tokoh-tokoh lainnya, Djokolelono
hendak menawarkan petualangan yang tak terlupakan.[irf]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment