Jauh sebelum program
penerjemahan buku terkait gelaran Frankfurt Book Fair 2015, juga sebelum 18
buku karya pengarang Indonesia diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit
Jerman, Belanda, serta Italia, buku-buku karya sastrawan Indonesia sebetulnya
sudah banyak diterbitkan beberapa penerbit luar. Salah satu penerbit yang sudah
cukup lama menerbitkan karya sastrawan Indonesia adalah Horlemann Verlag.
Penerbit ini dikenal sebagai
salah satu penerbit di Jerman yang sangat konsisten memperkenalkan kesusastraan
non-Eropa, terutama dari Asia dan Afrika, kepada publik pembaca Jerman.
Kecenderungan tersebut merupakan pengejawantahan salah satu misi utama mereka
yaitu meningkatkan perhatian masyarakat Jerman terhadap kebudayaan non-Eropa.
Pendiri penerbit ini adalah
Jürgen Horlemann (1941-1995). Sejak semula, Horlemann dan koleganya telah
menjadikan Asia sebagai prioritas penerbitannya. Beberapa pengarang Indonesia
pernah mencicipi keterlibatan Horlemann dalam memperkenalkan khasanah
kesusastraan Asia di Jerman.
Riwayat pergumulan Horlemann
dengan buku Indoensia dimulai pada 1992.”Harimau! Harimau!” (Tiger! Tiger!)
karya Moctar Loebis diterbitkan. Lalu pada 1993, kumpulan cerita pendek Leila
S. Chudori yang berjudul “Malam Terakhir” diterbitkan dengan judul “Die Letzte
Nacht”. Pada tahun yang sama, “Belenggu” (In Fasseln), karya Armijn Pane dan
“Burung-burung Manyar” (Die Webervoegel) karangan Y.B. Mangunwijaya juga
diterbitkan.
Tiga tahun kemudian, Horlemann
kembali menerbitkan buku sastra Indonesia. “Ronggeng Dukuh Paruk” terbit dalam
bahasa Jerman pada 1996 dengan judul Die Tanzerin von Dukuh Paruk. Lalu pada
1997, “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini terbit pula dengan judul Erdetanz. Dan
pada 2007 “Saman” karya Ayu Utami juga diterbitkan.
Yang paling banyak diterbitkan
adalah karya satrawan Indonesia yang namanya bolak-balik menjadi nominasi
peraih Nobel Sastra: Pramoedya Ananta Toer. Tak kurang dari lima karya
pengarang tersebut pernah diterbitkan Horlemann: “Bukan Pasar Malam” (Mensch
fur Mensch, 1993), “Keluarga Gerilya” (Die Familie der Partisanen,1997), “Jejak
Langkah” (Spur der Schritte, 1999), “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu” (Stilles Lied
eines Stummen, Aufzeichnungen aus Buru,2000), dan “Gadis Pantai” (Die Braut des
Bendoro, 2001).
Khusus untuk karya Pramoedya,
selain Horlemann, ada dua penerbit besar Jerman yang juga menerbitkan
karangannnya. Rowohlt Taschenbuch Verlag menerbitkan “Bumi Manusia” (Garten der
Menschheit) pada 1988. Sedangkan pada 1994, Unions Verlag menerbitkanAnak
“Semua Bangsa” (Kind aller Volker).
Menjelang gelaran Frankfurt Book
Fair 2015, dengan Indonesia sebagai tamu kehormatan, Horlemann lagi-lagi ikut
menerbitkan karya dari Indonesia. Kali ini, buku non-fiksi karya Linda
Christanty, “Jangan Tulis Kami Teroris”, akan mereka terbitkan dengan judul:
“Schreib ja nicht, das wir Terroristen Sind!”
Penerbit ini kadang dikritik
“mengekploitasi” eksotisme negeri-negeri pasca-kolonial, termasuk Indonesia.
Pilihan gambar sampulnya, seperti yang tercermin dalam perdebatan mengenai
novel “Saman” karya Ayu Utami beberapa tahun silam, pernah dianggap
membangkitkan kembali citraan eksotis negeri-negeri timur.
Kendati demikian, sejak
kelahirannya, Horlemann Verlag punya jasa yang tidak patut untuk dilupakan
dalam memperkenalkan teks-teks sastra Indonesia ke publik yang lebih luas,
khususnya Jerman. Ia punya andil yang, kendati mungkin tak banyak dibicarakan,
membangun perjumpaan budaya antara Jerman dan Indonesia, atau Eropa dan Asia
(juga Afrika). [ ]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment