Satu lagi penulis perempuan Indonesia yang karyanya
akan ikut dipamerkan di Frankfurt Book Fair adalah Oka Rusmini. Novel yang
berjudul “Tarian Bumi” akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Italia oleh penerbit
Atmosphere Libri dengan judul “La Danza Della Terra”. Beberapa tahun ke
belakang novel ini juga pernah diterjemahkan dan diterbitkan dalam versi Jerman
oleh pernerbit Horlemann Verlag dengan judul “Erdentanz”.
Buku ini, bagi publik Eropa, bisa memberikan
gambaran yang lain dari Pulau Dewata yang kemasyhurannya, kadang,
melampaui nama Indonesia sendiri. Novel ini adalah "dunia dalam"
(manusia dan kebudyaan) Bali yang menghadirkan wajah berbeda bagi para pembaca
dunia yang mungkin kadung dipikat oleh eksotisme Bali.
Dalam bukunya, Oka mencoba memotret wajah lain dari
kebudayaan Bali yang kerap terlupakan, kabur tertutupi oleh citra eksotisme
yang kadung melekat. Kisah yang dihamparkannya dalam jumlah halaman yang
tidak terlalu banyak ini menghujam budaya kasta tepat di jantungnya.
Oka yang terlahir dari keluarga berkasta Brahmana,
dalam kisah yang mengkritisi dan mempertanyakan ulang ihwal sistem sosial yang
mengatur lapisan-lapisan derajat manusia lengkap dengan tata cara pergaulannya
ini, sedang mencoba mendokumentasikan adat dan tradisi leluhurnya.
“Sebetulnya, saya ingin menjadikan tulisan-tulisan
saya ini sebagai sebuah dokumentasi, khususnya (dokumentasi) Bali. Saya percaya
segala (tradisi) yang pernah terjadi di Bali, kelak akan punah, tergerus
zaman”, tuturnya.
Selain itu, di luar tradisi yang telah melekat, ia
pun sedikit menyinggung soal pergaulan perempuan Bali dengan orang lain yang
bukan Bali, dalam kasus ini para wisatawan asing, yang pada kenyataannya proses
interaksi ini kerap hanya soal siapa memanfaatkan siapa.
“Tarian Bumi” yang disebut-sebut sebagai sebuah
karya yang mengusung feminisme, pada kisahnya memang mengorbitkan sosok
perempuan yang kukuh, teguh di tengah deraan persoalan kehidupan sosial yang
sepertinya tidak bisa dilawan. Dan Oka, sebagai penulisnya, tentu tidak bisa
lepas dari sorot duga seperti ini.
Terkait hal tersebut, Oka menambahkan, “Persoalan
perempuan di Bali (dan di manapun) adalah persoalan kultur dan agama; dan
perempuan itu sendirilah yang paling mengerti dirinya. Oleh karena itu,
perempuan pulalah yang mesti menuliskannya.”
Kehadiran buku ini di Frankfurt, dalam semangat
memperkenalkan keragaman Indonesia, tentu adalah kesempatan baik untuk
mengenalkan ulang tanah Bali yang cenderung sudah lekat dengan hal yang
indah-indah saja. Tujuannya bukan untuk melongsorkan citra, namun menyorongkan
satu sisi wajah kemanusiaan yang tercabik luka, untuk dibaca dan dibicarakan
bersama. [irf]
Postscript :
Re-post catatan ini dimaksudkan sebagai arsip dari naskah yang telah dipublikasikan di Pulau Imaji, dalam rangka mendukung Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Ikuti juga akun @PulauImaji untuk informasi seputar pameran buku tertua di dunia tersebut.
No comments:
Post a Comment