15 May 2012

Karat

Ada yang beribadah dengan menulis cerita hitam-putih, plot mengalir-meloncat dengan pesan yang sangat telanjang, seperti berangkat dari ideology dan terpajang dalam proyek antologi. Kanal seperti ini hidup dan tumbuh dalam organisasi, mungkin ini yang disebut amal jama’i.

Huruf-huruf hidup sudah jarang ditemui, diksi berkeringat hampir menjadi mitos, kemasan merayakan kemenangan, ini terdengar naïf, tapi begitulah cara kami menikmati kertas ber-alphabet, sebab para jawara seringkali tak lebih dari aborsi yang mendahului persalinan.

Begitupun dengan para juru kampanye, seperti berputar dalam lingkaran, tapi menulis selalu mencium aroma terdekat, catatan menjadi cermin ketika dia dilahirkan, dan muka penghambur bahasa dapat terlihat jelas di sana. Ini memang naluri, seperti mencari wajah sendiri dalam foto bersama, dan bergumam, “Oh, keren juga.”

Adalah ibu yang anaknya diculik jejaring social, adalah Chantal Della Conceta yang nongkrong di FHM, adalah jembatan layang Tanah Abang-Kuningan, adalah catatan yang ditumpulkan oleh waktu yang bergegas, adalah hak keluarga yang harus ditunaikan, adalah invalidisme yang semakin akrab.

“Let me live before I die. Not not me, not I.”  [ ]

No comments: