Saya lupa lagi tanggalnya, hari itu
sedang sabtu. Depok selepas maghrib, dan lampu jalan masih digoda
rintik hujan yang menyejukkan bumi. Perut saya digoda lapar, untuk
kemudian bersegera membeli mie Aceh yang kurang mantap, tapi porsinya
setelan untuk berantem.
Kawan saya, si Joni terkapar kekenyangan, lalu
menghisap cigaret produksi Philip Morris. Aroma mie masih setia
menampar hidung, sebab tempat penggorengannya tidak jauh dari tempat
duduk kami.
Uang sedang tidak banyak, tapi masih ada. Masih bisa buat
membeli beberapa buku tipis yang harganya tidak bikin sesak.
Sambil
ngobrol saya lempar wacana: "Jon, bagaimana kalau sekarang kita
belanja buku?"
Joni, kawan saya yang lumayan kutu buku itu langsung
menjawab: "Balanja di mana Wa? Geus peuting kieu."
Pasti bukan karena
lupa pada Gramedia beliau menjawab begitu, pasti karena harga
buku-buku di Gramedia yang kurang bersahabat dengan kantong mahasiswa.
"Di Eureka Jon !!"
Dia yang kuliah di Depok, yang jaket almamaternya
berwarna kuning, yang kosannya tidak jauh dari Jalan Margonda, adalah
dia yang tidak tahu bahwa di Jalan Margonda ada toko buku bernama
begitu, bernama "Eureka" itu.
Lalu kami tidak memperpanjang
pembicaraan, karena lihatlah motor Ninja-nya yang berwarna merah
langsung membawa kami ke Eureka.
Seorang kasir langsung menyambut kami dengan ramah, dengan senyum
yang cukup bagus, walaupun hari sudah malam.
Sepi tidak ada pengunjung,
hanya kami yang kemudian melihat-lihat jejeran buku di rak yang
bersih dan rapi. Buku yang dijual discount semua, bikin saya berselera
berlama-lama.
Si Joni mencari buku inspirasi katanya, lalu dia
mengacak-ngacak novel dan fiksi yang sejenisnya. Saya mencari buku yang
discountnya paling besar, biar nanti kalau membayar paling murah. Ada
saya lihat buku agak tipis dengan sampul yang kurang menarik, tapi
penulisnya bikin saya akhirnya mendekati.
Tiba-tiba saya ingat beberapa waktu ke belakang, waktu itu masih
Mts, sekolah Islam setara dengan SMP. Bapak di rumah berlangganan koran
Republika, saya pun ikut-ikutan baca, baca sambil tidur-tiduran,
akhirnya mata saya minus tiga.
Bapak rajin betul baca koran, terutama
tulisan tentang politik dan agama. Di halaman paling belakang, ada
sebuah rubrik yang bernama "Resonansi". Tulisannya bagus-bagus kata
Bapak, seperti mengajak saya untuk membaca rubrik itu.
Lalu saya coba,
lalu saya kurang mengerti, bahasanya belum terjangkau anak seusia saya.
Tapi saya masih ingat, salah satu penulisnya yang rajin kirim tulisan
adalah Miranda Risang Ayu. Nama yang bagus gumam pikir saya waktu itu.
Si Joni masih sibuk mencari novel yang sesuai dengan kondisi
kejiwaannya, dan hujan masih gerimis menyelimuti tanah Depok dan
sekitarnya, ketika saya akhirnya membeli Mencari Senyum Tuhan, sebuah
buku karya Miranda Risang Ayu.
Niatnya mau berhenti dulu membeli buku, tapi ternyata tidak semudah itu. Sampai jumpa di toko buku selanjutnya. InsyaAllah. [ ]
No comments:
Post a Comment